Sebuah Jawaban dari Estetika Paradoks

Esai: Lintang Ismaya | Ruangatas.com

Hidup dan kehidupan di dunia ini penuh dengan seni atau (ke)indah(an). Sebagaimana dalam Surat Ali Imran ayat ke 14, yang menyebutkan bahwa Allah menyukai keindahan adalah “innallaaha jamiil yuhibbul jamaal” yang artinya “Allah itu indah, suka pada keindahan”. Sebagaimana rumah tangga pada sebuah negara jika tanpa adanya keindahan akankah tercipta harmonis dan atau harmonisasi?

Bacaan Lainnya

Lepas dari hal itu, selayaknya hidup dan kehidupan berumah tangga, yang mana dalam sebuah keluarga yang tengah dibangun selalu saja ada konflik di dalam keluarga. Baik itu masalah suami-istri, masalah anak, sampai konflik dengan tetangga, konflik dengan sekolah perihal anak, dan konflik dengan pekerjaan suami pun istri di kantornya, yang mana disadari tanpa disadari berimbas pada siklus rumah tangga.

Pada akhirnya atmosfer selaras dalam harmonis selalu saja ada dalam kalang fluktuasi. Panorama seperti ini tak ubahnya dengan gambaran sebuah negara. Seperti halnya baru-baru ini ditemukan 59 titik ladang ganja di kawasan Bromo. Belum lagi kisruh perihal revisi UU TNI, sebelumnya UU Cipta Kerja yang diselingi dengan ragam kasus korupsi, baik yang bisa tertangani pun yang lolos dari kejaran hukum. Kemudian diselingi lagi dengan kebijakan-kebijakan lainnya, seperti subsidi silang yang dialihkan fungsinya. Kesemuanya itu merupakan sebuah gambaran mutlak dari sebuah gejolak dalam sebuah rumah tangga negara. Adakah gambaran seperti ini bisa dikata harmonis dan atau harmonisasi?

Secara maknawi diksi harmonis berarti selaras, serasi, atau seia-sekata. Kata harmonis juga dapat diartikan sebagai hubungan yang baik antar sesama manusia. Sedangkan antonim dari diksi harmonis adalah inkonsisten, disharmonis, semrawut, bising, pemarah, rusuh, ketidakcocokan, ketidakselarasan, ketidaksesuaian. Singkatnya, pengertian harmonis dapat ditempatkan dalam berbagai bidang, yang tentu saja berubah makna dalam pengertiannya, seperti: Dalam musik, harmoni adalah susunan atau gerak perpindahan nada-nada dalam keseimbangan. Harmoni juga dapat diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan musik yang membahas keindahan komposisi musik.

Dalam Feng Shui, harmonis adalah keseimbangan antara langit, manusia, dan bumi. Dalam filsafat, harmonis adalah kerja sama antara berbagai faktor yang menghasilkan kesatuan yang luhur. Dan dalam kehidupan sosial yang harmonis adalah kehidupan yang penuh dengan kasih sayang, rasa terima kasih, dan rasa hormat satu sama lain. Sehingga makna harmonis dalam berprilaku itu seperti; saling menghormati, saling memahami, saling menyayangi, selalu berbuat baik, berkata lemah lembut, sopan santun, serta mampu menyelesaikan perselisihan dan konflik dengan cara damai.

Simpul dari makna harmonis secara filosofis adalah hubungan yang baik antar sesama manusia, saling menghormati, saling memahami, saling menyayangi, selalu berbuat baik, berkata lemah lembut, dan sopan santun baik di lingkungan kerja, keluarga, maupun masyarakat. Sementara diksi harmonisasi secara maknawi itu berarti menyelaraskan, menyesuaikan, atau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Kata harmonisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Harmonia” yang berarti terikat secara serasi dan sesuai. Secara faedah, harmonisasi memiliki fungsi untuk mencegah dan mengatasi terjadinya disharmonisasi. Harmonisasi juga dapat menjamin proses pembentukan rancangan undang-undang yang taat asas demi kepastian hukum.

Singkatnya, seperti halnya harmoni, pengertian harmonisasi pun dapat ditempatkan dalam berbagai bidang, yang mana berbeda makna dan pengertiannya pula, meski tipis sifatnya, seperti: Harmonisasi dalam musik adalah proses menyelaraskan dua atau lebih nada yang dimainkan bersama-sama. Harmonisasi dalam bermasyarakat adalah keadaan masyarakat yang rukun dan damai dengan intensitas konflik minimum. Harmonisasi dalam peraturan perundang-undangan adalah proses penyelarasan peraturan perundang-undangan yang hendak atau sedang disusun.

Lanjutannya, situasi apakah yang kini sedang terjadi? Jika kembali menilik pada antonim dari diksi harmonis adalah inkonsisten, maka jawabannya adalah estetika paradoks. mengapa? Sebab dalam estetika paradoks menekankan pasangan oposisi kembar pada karakter yang bertentangan. Pemahaman ini berpusat pada konsep eksistensi sebagai penyatuan dua hal yang berlawanan, sebuah paradoks kausal (complexio oppositorum) yang menyatukan dua elemen yang berlawanan, seperti makrokosmos dan mikrokosmos, jasmani dan rohani (mesa kosmos dan meta kosmos), kehidupan dan kematian, laki-laki dan perempuan, hitam dan putih, tinggi dan rendah, dan sebagainya.

Adakah harmonis dan harmonisasi terjadi? Jawabannya jelas ada. Di mana? Ada polisi ada maling. Ada hakim ada terdakwa. Ada hukum ada pelanggar. Ada kawin ada cerai. Dan lainnya. Lanjutannya, bagaimana pola atau sistem dalam pasangan oposisi kembar itu bisa berjalan dengan sempurna, guna terjadi harmonis dan harmonisasi dalam membangun rumah tangga baik rumah tangga dalam sebuah keluarga pun rumah tangga pada sebuah negara? Jawabannya tentu berbagai-bagai. Terang dan jelasnya sistem harus berjalan dengan sempurna tanpa melihat subjek dan objek dari kacamata subjektifitas. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama bahwa makna harmonis dan harmonisasi selalu berakit erat atau identik dengan diksi seni dan atau keindahan.

Artinya kita harus senantiasa berupaya dalam kalang keindahan, misal; kita harus selamanya melangitkan niat karena Allah, apa pun itu aktivitasnya. Sempitkan ego, sebab ego sumber dari ketidak-bijaksanaan. Sederhanakan ekspektasi, sebab ekspektasi seringkali yang menghancurkan diri kita adalah harapan yang terlalu tinggi pada sebuah hal. Tinggikan sabar dan perbanyak syukur, sebab tidak ada kunci lain dalam mencapai sebuah kesuksesan selain bersabar dalam wujud syukur yang sudah kita rasakan. Tanamkan ikhtiar terbaik, artinya segala sesuatu yang akan kita kerjakan sudah sepatutnyalah dilaksanakan dengan cara terbaik. Mulailah memenuhi kewajiban dengan kita memenuhi segenap kewajiban maka ketika itu sudah bisa teraplikasikan dengan baik niscaya kepercayaan dan kelanggengan hubungan akan terjaga dengan sendirinya.

Dan kurangi menuntut hak, sebab yang paling berfaedah di bumi ini adalah seberapa mampukah diri kita bermanfaat untuk orang lain ketimbang menuntut hak. Jika semua hal ini bisa teraplikasikan dengan sewajarnya hidup, sebagaimana berprilaku jujur itu bukanlah laku istimewa melainkan seperti itulah seharusnya dalam wajarnya menjalankan hidup dan kehidupan, maka secara otomatis keindahan dalam seni hidup yang menjadi instrumen dalam harmonis pun harmonisasi baik dalam kalang berkeluarga atau pun berumah tangga dalam satu negara akan nampak dengan sendirinya, yang mana buahnya bisa dirasakan oleh segenap elemen bangsa. Singkatnya, manisnya buah itu bisa dirasakan oleh kita atau secara bersama kala kita tahu persis orientasi kita hendak ke mana; apakah sekadar urusan dunia atau akhirat atau ke dua-duanya? [Li]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *