Esai Lintang Ismaya | Ruangatas.com
Ambang dan Sejarah Singkat
Teater merupakan salah satu seni pertunjukkan tertua di dunia. Sangatlah wajar adanya jika ada Hari Teater Sedunia atau yang dikenal sebagai HATEDU. Peringatan ini pertama kali diinisiasi oleh Institut Teater Internasional (ITI) pada tahun 1961 dan dirayakan pertama kali pada 1962, dengan salah satu tujuannya itu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya seni teater dalam kehidupan sosial dan budaya. Tujuan HATEDU lainnya menciptakan perdamaian dunia. Maka tercetuslah tanggal 27 Maret merupakan hari penetapannya.
Berbicara tentang HATEDU, tidak lepas dari apa itu Teater? Secara kata, teater berasal dari bahasa Yunani, yaitu theatron yang berarti tempat atau gedung pertunjukkan. Secara umum makna dari teater itu dapat diartikan sebagai berikut; segala sesuatu yang dipertontonkan dan dipertunjukkan dinamakan Teater. Dalam sejarahnya di dunia barat, terciptanya teater bermula dari ritus atau upara keagamaan yang terjadi di Yunani, mau pun di Indonesia. Teater Yunani bermula pada abad ke-6 SM sedangkan Teater tradisional Indonesia sudah ada sejak sebelum Zaman Hindu.
Awalnya, Teater Yunani digunakan untuk upacara keagamaan dan menghormati dewa Dionysus, dewa anggur dan kesuburan. Biasanya pertunjukan teater Yunani itu ditampilkan di theatron, bangunan khusus untuk pertunjukan drama yang terbuka tanpa atap. Dalam perkembangannya, pertunjukan teater Yunani lambat laun menjadi sebuah pertunjukan yang ditulis dalam naskah, baik untuk penghormatan pada raja atau kisah perjuangannya para kesatria dan lainnya.
Di Indonesa mengena teater tradisi atau tradisional, yang merupakan bagian dari upacara ritual dan upacara adat. Sebagai negara kesatuan yang kaya akan suku dan budaya, maka sangatlah wajar jika teater tradisional Indonesia bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Sebagaimana yang masih bisa kita lihat sampai kini dalam contohnya adalah wayang yang diperkirakan sudah ada di Indonesia 1500 tahun SM. Dalam perkembangannya, teater Indonesia menjadi teater modern. Hal ini ditandai dengan menyebarnya pementasan Toneel merupakan salah satu genre pertunjukan drama teatrikal yang dikembangkan pada awal abad ke-20 di Hindia Belanda.
Imbas dari penjajahan inilah yang melahirkan seni pertunjukan sandiwara, salah satunya. Istilah sandiwara berasal dari bahasa Jawa, yaitu “sandi” yang berarti rahasia dan “wara” yang berarti pengajaran. Sandiwara juga bisa diartikan sebagai pelajaran yang diberikan secara rahasia. Istilah sandiwara pertama kali digunakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Mangkunegoro VII menganggap bahwa istilah toneel yang digunakan untuk menyebut drama terlalu kebarat-baratan.
Kembali pada definisi teater adalah seni pertunjukan yang ditampilkan di atas panggung, dengan melibatkan aktor, naskah, sutradara, dan penata artistik, sebagai salah satu warisan seni pertunjukkan tertua di dunia yang masih hidup dan mendunia hingga kini dengan menyesuaikan perkembangan zaman dan peradabannya di tiap penjuru dunia, di mana teater terus tumbuh dengan ragam gendrenya sampai sekarang.
Teater dan Senimannya
Dalam ensiklopedia makna dari seniman atau artis adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif, inovatif, atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan yang paling kerap adalah untuk menyebut orang-orang yang menciptakan karya seni, seperti lukisan, patung, seni peran, seni tari, sastra, film dan musik. Peranan seniman dalam berkarya dengan kendaraannya imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan karya dengan nilai estetik. Ahli sejarah seni dan kritikus seni mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang menghasilkan seni dalam batas-batas yang diakui.
Dilansir dari segmen Karya Indonesia, Profesor Saini KM, sebagai salah satu pendiri Jurusan Teater di ISBI Bandung dalam sebuah wawancaranya menekankan: “Ada titipan dari saya sendiri kepada anak-anak itu jadilah seniman itu jadi seniman yang baik. Artinya setia. Setia kepada gambar manusia itu manusia yang memiliki otak, memiliki perasaan dan memiliki khayalnya itu jadi manusia secara betul di masyarakat dan tidak bersebelah itu jadi dia atau seniman itu harus menciptakan manusia; gambar manusia yang jelas bagus dan tidak boleh ikut-ikutan kayak yang lainnya.” Tandasnya.
Musabab itulah kenapa keras itu wajib dalam hal akad. Akad apa pun itu bentuk, rupa, atau ragam kegiatannya. Sebab sejatinya manusia dalam utuh itu ada dalam kalang konsekuen. Jika tidak sanggup, kenapa menerima tugas, misal. Itulah yang bernama estetika seni. Sebagaimana QS. 95 : 4 : “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” yang mana salah satu turunan Haditsnya yaitu; “Sesungguhnya Allah Maha indah dan mencintai keindahan” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ûd radhiyallahu’anhu).
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama bahwa hakikat teater itu memanusiakan manusia. Artinya sombong dan keras pada yang kufur itu sedekah. Berani bertindak dalam meluruskan itu kewajiban dan wajarnya dalam menjalankan alur hidup dan kehidupan. Lantang dalam ucap, tegas dalam laku, sublim dalam pendapat dan yakin dalam tindakan. Tak peduli tua atau muda, sebab di situlah kesunyatannya ada dalam hakikat memanusiakan manusia.
Sebagaimana sejarah teater barat bermula dari upacara keagamaan, maka kompleksitas teater dalam hakikatnya memanusiakan manusia itu merambah ke segenap ruang dan peristiwa; bukan berarti menjadi juru pengadil pun bukan berarti menjadi juru selamat melainkan juru pewarta yang menyuarakan seruan dalam menunjukkan alamat pada sebenarnya alamat. Sebab teater bukan sekadar tontonan melainkan harus menjadi tuntunan dalam refleksi diri. Teater bukan sekadar memahami keberagaman budaya, serta membangun dialog yang konstruktif antarbangsa, melainkan sebuah atmosfer kompleks dalam sewajarnya hidup guna untuk dilakonkan oleh kita dalam peran dan peranan kehidupan. Artinya, melalui seni laku peran, kita diajak untuk memahami berbagai perspektif kehidupan, mengasah empati, dan menciptakan hubungan yang lebih harmonis di tengah perbedaan dalam ruang lingkup atmosfer zaman di itu wilayah.
Sebagaimana pasangan paradoks kembar yang menjadikannya selaras dalam oposisi kembar pada karakter yang bertentangan. Pemahaman ini berpusat pada konsep eksistensi sebagai penyatuan dua hal yang berlawanan, sebuah paradoks kausal (complexio oppositorum) yang menyatukan dua elemen yang berlawanan, seperti makrokosmos dan mikrokosmos, jasmani dan rohani (mesa kosmos dan meta kosmos), kehidupan dan kematian, laki-laki dan perempuan, hitam dan putih, tinggi dan rendah, dan sebagainya.
Saripati dari semuanya itu adalah, bahwa dalam sebuah lakom teater itu disadari tanpa disadari oleh apresiatornya senantiasa menyimpan banyak pesan; bisa intrupsi, teosofi, petunjuk, kritik dan lainnya. Sebagaimana salah satu contoh dalam laku mimesisnya itu ada sanjung ada kritik dan ada banyak hal lainnya. Selamat hari teater sedunia. Viva Teater! [Li]