Zakat Fitrah dan Fenomenanya

Ruangatas.com | Opini Doni M. Noor

Berbicara tentang zakat fitrah mau tidak mau kita harus berbicara tentang kajian, yang mana hikmah dari perihal kajian zakat fitrah itu penting untuk dipahami agar umat Islam tidak hanya menjalankan kewajiban, tetapi juga mengetahui makna dan hikmah di baliknya. Secara definisi umum makna dari zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada umat Islam setiap tahun pada bulan Ramadan menjelang Idul Fitri. Zakat fitrah merupakan zakat jiwa yang dibayarkan dalam bentuk makanan pokok atau uang tunai.

Bacaan Lainnya

Secara intisari meliputi tiga hal: pentingnya ilmu yaitu pentingnya ilmu dalam waktu mengeluarkan zakatnya. Pentingnya melihat keadaan Muzakki (orang yang hendak mengeluarkan zakat), apakah materi zakatnya sudah ada (mampu) atau belum tersedia). Dan pentingnya persiapan untuk Muzakki, intinya harus benar-benar dipersiapkan sesuai dengan ketentuan dan syarat.

Dalam kitab Bajuri karya Syeikh Ibrahim Al Bajuri, membahas pasal perkara pentingna ilmu tentang waktu ngaluarkeun zakat fitrah yang terbagi menjadi 5 waktu: Waktu wajib, waktu Fadilah, waktu boleh, waktu makruh (dimakruhkan) dan waktu haram. Ada pun definisinya sebagai berikut: Waktu wajib yaitu ketika ditemukannya satu juz dari Ramadhan dan Syawal (malam takbiran, sebelum shalat Ied. Waktu Fadilah (utama) yaitu sewaktu hari Ied sebelum terbitnya fajar dan sebelum shalat Ied. Waktu boleh (diperbolehkan) yaitu sejak dimulainya bulan ramadhan. Waktu dimakruhkan yaitu setelah shalat Ied sampai tenggelamnya matahari. Waktu haram yaitu paska hari raya Iedul Fitri.

Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama bahwasanya tujuan dari zakat fitrah itu guna; Mensucikan jiwa setelah berpuasa. Membantu kaum fakir miskin agar bisa merasakan kebahagiaan pada Hari Raya Idul Fitri. Dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana yang sudah dipaparkan di atas bahwa ketentuan zakat fitrah harus dikeluarkan sebelum sholat idul fitri dilangsungkan. Zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap muslim yang mampu. Dengan besaran zakat fitrah meliputi; 2,5 kilogram beras, gandum, kurma, sagu, dan sebagainya. 3,5 liter beras yang disesuaikan dengan konsumsi per-orangan sehari-hari.

Sedangkan cara pembayaran zakat fitrah bisa dengan cara memberi langsung makanan pokok, membayar dalam bentuk uang tunai/transfer. Dengan tentu saja harus terjadinya ijab qobul atau doa yang diucapkan oleh pemberi (Muzakki) dan penerima (Mustahik) zakat fitrah untuk menyempurnakan ibadah, dengan ijab sebagai pernyataan penyerahan dan qobul sebagai ucapan penerimaan. Ada pun doa umum yang diucapkan Muzakki sebagai berikut: “Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri\’an (nama) fardhan lillaahi ta\’aalaa” Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk (nama), fardu karena Allah Ta’ala”.

Sedangkan doa umum yang diucapkan Mustahik sebagai berikut: “Aajarakallahu fimaa a\’thaita wa baraka laka fimaa abqaita” Artinya: “Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberikan berkah atas harta yang kau simpan”. Hal ini berkaitan erat dengan hukum mengucapkan ijab qobul yang mana mengucapkan ijab qobul zakat fitrah disunnahkan, bukan wajib. Artinya, penyerahan zakat tanpa ijab qobul tetap sah, tetapi hikmah dari ijab qobul itu sendiri akan membuat amalan zakat fitrah semakin sempurna.

Sebagaimana keutamaan ijab qobul itu meliputi: Menyempurnakan ibadah zakat fitrah. Menegaskan niat dan tujuan ibadah. Membedakan zakat dengan sedekah biasa. Memantapkan hati dalam beribadah. Dan menghindari keraguan dalam pelaksanaan. Dalam masyarakat kita mengenal perantara ijab qabul yang mana biasanya, ijab qobul zakat diperantarai oleh seorang amil zakat. Amil zakat berperan sebagai wakil dari Mustahik (penerima zakat).

Di sisi lain, dalam fenomena perantara ijab Qabul itu memberikan dampak positif dan negatif. Secara positifnya meringankan Muzakki yang bisa jadi tidak tahu siapa yang berhak menerima zakatnya, meski sebenarnya Muzakki tersebut sudah tahu pada delapan golongan atau asnaf yang bisa menerimanya, sebagaimana delapan asnaf atau golongan yang berhak menerima zakat, sesuai Al-Quran surat At-Taubah ayat 60, adalah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharim, fi sabilillah, dan ibnu sabil.

Artinya Muzakki tersebut bisa jadi sebagai warga baru atau pendatang, sehingga ketika zakat fitrahnya disalurkan lewat perantara ijab qobul (Amil) itu bisa dengan tepat sasaran. Sementara sisi negatifnya di masyarakat perihal fenomena perantara ijab qobul itu masih saja ada pemberitaan waktu pengumpulan atau pembayaran zakat fitrah itu harus terkumpul jauh-jauh hari sebelum waktu takbiran tiba. Hal ini melebihi aturan yang ditetapkan oleh Allah. Sementara perintah dari Allah, kala memberikan atau mengeluarkan zakat fitrah itu waktu utamanya adalah ketika pas malam takbir dan sebelum solat Ied.

Ketika diteliti kenapa fenomena itu masih saja terjadi? Dengan alasan supaya bisa mengetahui hasil yang masuk, jauhnya guna pemberian atau pengeluarannya tidak terserempet waktu plus efektifitas pengiriman. Di sisi lain alasan ini logis adanya. Namun hal tersebut melanggar aturan secara syariat, jangan sampai merasa punya kuasa laju menetapkan aturan seenaknya saja. Masalah efektifitas dan tidaknya hal itu sudah menjadi resiko yang harus dilakoni. Di sisi lainnya lagi ketika kita hendak menunjuk petugas Amil zakat itu syaratnya harus alim, bukan sembarang menunjuk atau berdasarkan putusan pemerintah setempat, yang pada akhirnya orang yang awam dengan ilmu agama ditunjuk sebagai Amil. [dmn]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *