Prosa: Lintang Ismaya | Ruangatas.com
Luka selalu tercipta dari seseorang yang kita anggap istimewa. Di saat kepedulian diabaikan, di situlah kepergian akan dilakukan. Terima kasih atas rasa nyaman, yang telah diberikan selama ini. Kita mungkin ditakdirkan untuk bertemu tapi bukan untuk bersatu. Jika ini hanya ketertarikan sesaat, mengapa terluka hebat? Kalau tahu dari awal bakalan begini, lebih baik memilih buat tak menjalankan hubungan ini.
Jika dijabarkan, paragraf di atas merupakan satu kesatuan kisah besar dari sebab yang jadi bersebab dan musabab, kembali ke sebab, yang pada akhirnya tidak peduli seberapa ingin kita kembali ke masa lalu, di sana tetap tidak akan ada hal baru yang bisa kita lihat. Benarkah? Jika yang datang bisa pergi, apa yang pergi bisa kembali? Lupakan. Namanya juga virtual, tangan saja tak bisa digapai apalagi janji.
Berbicara tentang janji atawa kesanggupan untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam rangka mendapatkan kepercayaan. Janji merupakan komitmen untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang mana menepati janji merupakan hal yang wajib dilakukan seorang diri sambil melawan godaan dunia tanpa tutor. Janji mampu mengajak kita untuk lebih dewasa dan tidak bergantung kepada orang lain karena janji akan mengajak kita menjadi diri sendiri dan bukan menjadi orang lain.
Namun, ketika kita berusaha ingin menjadi orang lain sebenarnya hanya terkendala pada satu hal yaitu kurang mencintai diri sendiri. Di sisi lain, menjadi orang lain itu perlu dilakonkan bagi para aktor dalam memainkan peran atau tokoh hasil dari casting, sesuai dengan karakter dan peran yang jadi peranan yang dibutuhkan oleh cerita. Bilamana paragraf pertama difilmkan maka kita akan merasakan lucu ketika yang melepaskan dan yang dilepaskan akan sama-sama menahan getir sebab merindu, hingga cerita itu ingin kembali diteruskan sampai beranak pinak dalam ragam alur ceritanya. Misalkan dengan ilustrasi kisah tambahannya sebagai berikut; ke marilah, duduklah bersamaku akan aku ceritakan semua hal kecuali perpisahan.
Cerita punya cerita, setiap orang punya kisahnya tersendiri, meski ada yang tersisa, tersia dan tetap menjadi rahasia bagi dirinya dan juga bagi orang lain yang sudah berjanji padanya. Berbicara tentang cerita sakit hati sama sakit gigi itu sama; berawal dari yang manis. Ketika kita mampu memaafkan yang manis-manis sampai bisa menghancurkan hati dan lebih memilih untuk berdamai dengan rasa sakitnya saja, maka kita adalah pemenangnya. Benarkah?
Ya dan tidak, sebab setelah kita sadar, kala memaksakan berkomunikasi dengan yang sudah lost feeling sama kita itu hanyalah menguras energi saja. Sebab betapa jarangnya atau tidak sama sekali pun kita bakal lagi dipahami. Sampai akhirnya kita akan lebih sering diam. Musabab itulah kenapa diam adalah best attitude ketika kita muak dengan suatu keadaan? Musababnya adalah fakta dari keadaan itu tak ubahnya bawang, bahkan setelah kita mengupasnya, disamping pedih, masih ada lapisan yang perlu dikupas. Kupas mengupas tidak bakalan tuntas kalau kita tak mampu untuk ikhlas.
Ikhlas berarti melakukan ibadah atau amal kebaikan semata-mata karena Allah. Ikhlas merupakan proses pelatihan jiwa manusia yang penting untuk dilatih sejak dini. Ikhlas adalah memurnikan niat, melakukan sesuatu dengan tulus, dan tanpa pamrih. Ikhlas juga diartikan sebagai hati yang bersih, jujur, dan rela. Pada akhirnya buah dari ikhlas itu selalu merasa memiliki banyak kekurangan, Tidak pernah merasa ujub dengan kebaikan yang dikerjakannya, Konsisten dalam bertingkah laku, Menjaga ketenangan hati.
Maka dari itulah hati-hati dengan hati, sebab hati merupakan bagian tubuh yang penting dan menentukan baik buruknya seseorang. Hati juga merupakan bagian yang mudah terpengaruh, berubah, dan sulit diobati. Dari itulah, mengapa hati harus dijaga dengan baik karena kesalahan sering berawal dari hati. Musabab dari itulah mengapa kita diwajibkan untuk menjaga hati dengan segala kewaspadaan, sebab dari kejernihan hatilah ihwal terpancarnya segenap kehidupan yang akan kita perankan ke muka.
Berbicara perihal peran yang menjadi perihal peranan kita di bumi sebagai bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Di sisi lain, peranan adalah tindakan atau perilaku yang diharapkan dari seseorang atau kelompok orang dalam suatu peristiwa. Sebagaimana paragraf pertama ketika kita menambahkannya satu segmen kisah lagi dengan gambarannya sebagai berikut: singkatnya saja, cuma kamu yang aku inginkan, tapi kenapa harus pergi? Padahal baru juga kembali membuka hati lagi, eh sudah dikecewakan lagi, misalkan. Tentu saja paparan kisah turunannya, jika difilmkan secara otomatis berubah dalam alur perjalanan peran dalam peranannya di kisah tersebut. Namun peran kita di bumi-Nya tidak berubah sedikit pun dalam peranannya sedari kita lahir hanyalah untuk melunasi dalam segenap perihal hutang, sebelum bunga rampai menghias tanah merah. [Li]