Membelajarkan Peserta Didik Menjadi Pendengar yang Baik

Oleh: Ai Yuhani, S.Pd (Guru SDN Cicariu Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya)

Agama Islam telah mengajarkan kepada kita untuk mendengarkan pembacaan ayat suci al-qur’an seperti yang termaktub dalam surat Al-A’raf ayat 204 yang artinya “Apabila dibacakan al-qur’an, perhatikanlah dan diamlah, maka kalian akan mendapatkan rahmat.” Perintah mendengarkan adalah perintah terpenting untuk menemukan suatu kebenaran. Dengan mendengarkan bacaan al-qur’an, pendengar mendapatkan informasi tentang kandungan ayat yang dibacakan, selain itu juga mendapatkan pahala dari mendengarkan pembacaan ayat suci al-qur’an. Agama Islam pun telah mengajarkan kepada kita tentang keharusan mendengarkan azan yang sedang dikumandangkan.

Bacaan Lainnya

Pada tahap perkembangan manusia pun, bayi usia satu tahun dapat berbicara (mengoceh) karena hasil dari mendengarkan. Bayi yang ketika lahirnya tidak dapat mendengar, otomatis dia tidak dapat berbicara. Dalam kehidupan sehari-hari pun kita menggunakan keterampilan mendengarkan untuk mengetahui info-info penting yang disampaikan oleh beberapa stasiun televisi. Kita pun hafal lagu-lagu dari kegiatan mendengarkan.

Betapa pentingnya kemampuan mendengarkan itu sampai-sampai Allah menurunkan firmannya seperti yang telah diuraikan di muka. Mendengarkan adalah cara efektif untuk mengubah tanggapan orang. Mendengarkan orang yang berbicara adalah cara untuk mengetahui kapasitas seseorang sehingga kita dapat mengidentifikasi bagaimana cara menaklukkannya. Mendengarkan juga merupakan penghargaan dan penghormatan kepada lawan bicara.

Mengapa kita sebagai pendidik harus membelajarkan peserta didik menjadi pendengar yang baik? Ketika Kurikulum Berbasis Kompetensi (kBK) diberlakukan, dalam pelajaran Bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) terdapat kemampuan berbahasa yang mencakup empat aspek yaitu

  1. Keterampilan mendengarkan,
  2. Keterampilan membaca,
  3. Keterampilan menulis,
  4. Keterampilan berbicara yang diajarkan secara terpisah.

Dengan bergantinya kurikulum, keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut tidak lagi diajarkan secara terpisah, tetapi dilebur menjadi terpadu. Keempat aspek keterampilan tersebut, setelah diajarkan secara terpadu, porsinya jadi tidak jelas.

Dengan hadirnya gadget di tengah-tengah kehidupan kita, budaya phubbing semakin menjamur, ketika berkumpul yang hadir hanya fisiknya, hatinya asyik berselancar dengan dunia maya. Begitu pun ketika diadakan pembicaraan atau rapat, badan menghadap kepada pemimpin rapat , tetapi mata dan pikiran fokus ke media sosial. Ketika ditanyakan apa hasil dari rapat, tidak ada yang masuk ke memori di otak karena perhatiannya terbelah.

Penulis teringat dengan pertanyaan seorang Ibu Pengawas, yang menanyakan kepada penulis, mana yang harus lebih diasah pertama kali dari diri peserta didik, apakah kemampuan berbicara atau kemampuan mendengarkan? Penulis menjawab kedua-duanya. Ternyata jawaban penulis salah. Yang pertama harus diasah adalah keterampilan mendengarkan seperti yang tercantum dalam urutan pembelajaran bahasa pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK).

Setiap orang akan siap menjadi pembicara ketika bertemu dalam suatu pertemuan dan terjadi obrolan, tetapi sedikit sekali yang berhasil menjadi pendengar yang baik ketika terjadi suatu obrolan. Maka pertemuan menjadi tidak bermakna karena setiap orang memosisikan diri ingin jadi pembicara. Interaksi pun tidak berjalan dengan harmonis.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menyaksikan, banyak yang mendengarkan dengan setengah telinga. Ketika orang lain sedang berbicara, pikiran pendengar terfokus pada apa yang akan dikatakan kepada lawan bicara, bahkan cenderung sering memotong pembicaraan orang lain. Banyak pula yang selalu mendominasi setiap pembicaraan. Pembicara baru mengeluarkan beberapa kalimat tentang suatu topik, si pendengar segera menyerobot pembicaraan tanpa menunggu pembicara berhenti berbicara. Orang seperti ini tidak memberikan perhatian sama sekali.

Kita tidak akan pernah suka dengan orang yang suka memotong pembicaraan dan tidak pernah mendengarkan kita. Kita akan segera meninggalkan orang yang suka berbicara terus tanpa putus. Orang yang seperti ini tidak akan mempunyai teman dan tidak akan dihargai.

Menurut Charles Elliot seorang pakar ilmu sosial, ketika ditanya tentang sifat-sifat khusus dalam pertemuan antara dua orang pengusaha, mengatakan bahwa tidak ada rahasia selain keharusan mendengarkan perkataan lawan bicara dengan penuh perhatian. Karena tidak ada hal yang lebih menyenangkan lawan bicara selain kita mendengarkannya. (sumber : Mencetak Pribadi Magnetis).

Apa yang dikatakan Charles Elliot sejalan dengan yang telah diuraikan dalam surat Al-A’rof ayat 204 yaitu

Dengarkanlah dan diamlah. Rosullullah pun ketika berdialog dengan orang kafir, selalu mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicaranya dengan saksama dan ketika lawan bicara sudah selesai berbicara, Rosulullah SAW memberitahukan tentang gilirannya berbicara dan giliran untuk didengarkan.

Dalam adat pernikahan di Jawa Barat ada yang namanya acara “seren tampi”. Dari pihak calon pengantin laki-laki memberikan sambutan yang berisi kalimat-kalimat menyerahkan pengantin laki-laki (seren) yang harus dijawab oleh keluarga pengantin wanita (tampi). Dalam acara seren tampi terjadi interaksi antara pihak keluarga calon pengantin laki-laki dan pihak keluarga calon pengantin wanita, satu pihak berperan sebagai pembicara, dan pihak satunya lagi jadi pendengar. Apa jadinya jika dari pihak keluarga calon pengantin wanita tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh pembicara (keluarga calon pengantin laki-laki), maka jawaban tidak akan sesuai dengan apa yang telah disampaikan. Jadi jelas sekali keterampilan mendengarkan harus dikuasai. Di kelas kita sering mendapati peserta didik yang salah dalam mengerjakan tugas. Baru beberapa menit guru menjelaskan tugas, peserta didik sudah bertanya lagi. Hal ini terjadi karena peserta didik tidak memiliki kemampuan mendengarkan dengan baik. Ketika guru menjelaskan tugas yang diberikan, mereka asyik berbicara dengan teman sebangku. Maka jelas sekali bahwa peserta didik harus dibelajarkan supaya jadi pendengar yang baik. Tanpa Latihan semuanya akan sia-sia.

Kita bisa membandingkan respon peserta didik yang mendengarkan dan yang tidak mendengarkan. Kita bisa membagi peserta didik menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ditugaskan untuk mendengarkan dengan sepenuh hati dan kelompok kedua ditugaskan untuk mendengarkan sambil diselingi berbicara dengan teman sebangku. Dari hasil percobaan tersebut kita akan mendapatkan jawaban, peserta didik pada kelompok pertama akan dapat menjelaskan apa yang disampaikan guru dengan baik. Sebaliknya, peserta didik pada kelompok kedua, akan kesulitan menjelaskan apa yang disampaikan guru karena pesan yang diterima tidak utuh. Itulah mengapa kita seharusnya tidak hanya mendengarkan untuk mendengar, sebaliknya dengarkan dengan niat.

Kita membelajarkan peserta didik menjadi pendengar yang baik, tidak semata-mata hanya untuk dimanfaatkan di sekolah saja, namun kita membekali peserta didik dengan keterampilan mendengarkan untuk digunakan dalam kehidupan di masa yang akan datang karena peserta didik akan terus tumbuh dan berkembang dan nantinya akan memasuki dunia kerja. Jika peserta didik sudah terbiasa menjadi pendengar yang baik, mereka tidak akan kesulitan dalam berinteraksi dan ketika memasuki dunia kerja di bidang jasa yang membutuhkan keterampilan mendengarkan, peserta didik sudah siap untuk menerapkannya.

Cara mendengarkan yang baik yang perlu disampaikan kepada peserta didik di antaranya adalah:

  1. Dendengarkan dengan penuh perhatian.
  2. Memfokuskan pandangan kepada pembicara.
  3. Menanggapi perkataan pembicara.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *