Oleh: Zulfikri Anas (Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kemendikbud Direktur Institut Indonesia Bermutu Pendiri Indonesia Emas Institute)
Kerakap tumbuh di batu, sedikit pun tak berniat mengingkari takdir. Tak hendak mengakhiri hidupnya sebelum saatnya tiba. Terus menari mengikuti embusan angin sambil menikmati indahnya simfoni alam. Menggerakkan sel-sel di seluruh tubuhnya untuk menunjukkan bahwa dia tak pernah segan untuk terus hidup. Baginya, tumbuh di batu bukanlah takdir buruk, tapi kesempatan untuk membuktikan bahwa ia tidak mau mati sia-sia. Bagi guru sejati, berada di tengah-tengah situasi yang tidak mengenakkan, bukanlah tadir buruk, tapi kesempatan untuk membuktikan bahwa dialah sosok sang imam yang selalu membawa cahaya untuk menerangi kegelapan.
Guru sang pejuang di jalan Allah, membangun alam pikiran dan hati nurani manusia. Ketika guru menjalankan tugasnya dengan ikhlas dan sepenuh hati, Insya Allah setiap denyut nadi, tarikan napas, dan pori-pori yang ada di sekujur tubuh menjadi pintu rezeki dan pintu amal ibadah pembawa berkah yang tak ternilai harganya. Berkah itu terus mengalir dalam darah dan menyelusup ke seluruh bagian tubuh untuk menyatu dengan ruh pembawa kehidupan. Aliran yang tidak pernah putus itu mengantarkan guru pada kemaslahatan abadi di sepanjang kehidupan dunia dan akhirat.
Ketika kita terjebak dalam pemikiran bahwa pendidikan bermutu dapat dicapai melalui kendali adminitrasi yang ketat dan kaku, sesungguhnya kita telah mempersempit ruang bagi lahirnya kreativitas dan mengorupsi fungsi-fungsi kemanusiaan dalam diri anak.
Siapa saja yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah mempersulit guru, membuat pekerjaan guru menjadi rumit sehingga mempengaruhi pencapaian hasil belajar (kompetensi dan karakter siswa), maka yang bersangkutan akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya itu di hadapan Allah Swt.
Guruku doa kami untukmu mengiringi langkah-langkah sucimu yang telah membawa kami dari lembah kegelapan menuju puncak yang terang benderang. Engkau terhormat bukan karena diminta dihormati dan, engkau tidak pernah menuntut itu. Kehormatanmu justru terpancar dari apa yang telah engkau lakukan sekalipun orang yang engkau terangi tidak pernah menghormatimu, bahkan mungkin justru mereka memojokkan karena ingin menyingkirkanmu. Namun, engkau tetap tegar! Guruku … engkau imamku yang telah membuka jalan bagiku menuju kesucian hati, keikhlasan jiwa, dan segudang ilmu sebagai bekal bagiku untuk mengarungi kehidupan yang penuh tantangan ini! Sungguh mulia hatimu, terimakasih, Guru!
Kenakalan dan kerumitan persoalan para murid bagai sumur keberkahan yang tidak pernah kering. Semakin digali semakin menjernihkan pikiran dan membeningkan hati gurunya. Apa pun kondisi seorang anak; suka membuat onar, merepotkan, suka melanggar aturan, tidak berprestasi sehingga sangat dihindari oleh sekolah-sekolah unggulan, tapi mereka tetap manusia titipan Ilahi untuk kita didik.
Anak-anakku biarkan mereka berteriak mengatakan bahwa kalian merepotkan atau menjadi ancaman karena terpapar radikalisme, dan ramai-ramai ingin menyingkirkan kalian dari dunia pendidikan. Namun, bagiku kalian adalah gudang ransum yang tidak pernah kosong, sumber energi yang membakar semangat belajarku menaklukkan tantangan dalam mendidik. Bagi pendidik sejati, kalian adalah pemegang kunci keikhlasan yang membuka pintu menuju jalan untuk melipatgandakan rezeki tanpa riba. Sungai tanpa muara yang terus mengalirkan keberkahan tanpa henti, sampai kapan pun!
Anak-anakku, biarkan mereka berteriak mengatakan bahwa kalian merepotkan atau menjadi ancaman karena terpapar radikalisme, dan ramai-ramai ingin menyingkirkan kalian dari dunia pendidikan, namun bagiku kalian adalah gudang ransum yang tidak pernah kosong, sumber energi yang membakar semangat belajarku menaklukkan tantangan dalam mendidik.
Sekalipun aku telah tiada, anak-anakku, mendekatlah. Jangan menjauh, tangan ini selalu terbuka untukmu. Melompatlah ke pangkuanku, mari kita jalan bersama sampai pada batas di mana kakimu mulai kuat untuk berjalan sendiri. Menuju rida Ilahi.***