Ada Indikasi KPH Gagal Mentas di Kampus Biru

Penulis Doni M Noor

AMBANG
Sebuah baliho acara dari Kelompok Payung Hitam itu yang dipasang di dalam kampus Institut Seni Budaya Indonesia atau ISBI Bandung diketahui raib. Baliho pertunjukan teater itu dipasang di depan Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung. Namun pada Kamis pagi, 13 Februari 2025, baliho berukuran 3 X 4 meter itu dicopot dan ditahan pihak kampus.

Bacaan Lainnya

GERBANG
Pertunjukan teater berjudul “Wawancara dengan Mulyono” itu akan digelar di Studio Teater ISBI Bandung (Kampus Biru), Sabtu-Minggu (15-16/02/2025) malam. Naskah drama ini karya dan sutradara Dr. Rachman Sabur (Babeh) dengan masih membawa bendera Kelompok Payung Hitam (KPH) Bandung. Namun Pergelaran pentas seni teater Kelompok Payung Hitam diindikasikan dilarang pentas oleh Kampus ISBI Bandung. Tentu saja hal ini merupakan sebuah ironi bilamana hal ini mutlak terjadi.

KRONOLOGI
Sebelumnya dari pihak Kelompok Payung Hitam, surat izin penggunaan studio dikirim oleh Babeh sendiri kepada Kepala Studio Teater pada tanggal 9 Januari. Tanggapan positif dari Kepala Studio, musabab itulah Babeh bisa dapat tanggal perform di tanggal 15-16 Februari 2025, tapi dikemudian hari berikutnya, ada wacana tentang masalah KPH tidak dapat izin main atau menggunakan Studio Teater ISBI Bandung. Namun pihak Studio Teater ISBI Bandung tidak mengeluarkan surat penolakan. Sementara Babeh sudah bersedia menerima keputusan, hanya butuh surat resmi dari lembaga mengenai penolakan tersebut, tapi hingga dihari H, sama sekali tidak ada dilayangkan surat pelarangan tersebut.

Sebelumnya baliho pertunjukan teater KPH dengan judul “Wawancara dengan Mulyono” itu dipasang Rabu pada tanggal, 12 Februari 2025, tapi pada malam harinya, sudah masuk pada tanggal 14 Februari 2025, baliho berukuran 3 x 4 meter itu dicopot dan ditahan pihak lembaga (kampus ISBI) dan di hari H, pintu studio di gembok. Ironisnya proses latihan dimulai sejak tanggal 10 Februari 2025 di Studio Teater, dan tidak ada aksi pintu studio digembok. Indikasi akan tidak terjadi pertunjukan ini karena dua kali Baliho yang dipasang di turunkan.

Singkatnya, serangkaian kejadian di luar skenario itu diawali oleh pemasangan baliho acara yang dicopot lembaga kampus. Kelompok Teater Payung Hitam memasang baliho berukuran 3 x 4 meter di depan Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung pada Rabu, 12 Februari 2025. Akan tetapi pada keesokan harinya, baliho itu lenyap setelah dicopot pihak kampus. “Alasannya untuk dokumentasi,” kata Babeh.

Baliho yang sempat ditahan itu kemudian diminta kembali lalu dipasang lagi Jumat, 14 Februari 2025. Namun menurut Babeh, baliho acara pementasan teaternya itu dicopot lagi. Sampai pintu ruangan Studio Teater digembok menjelang hari H pementasan.

Babeh sangat menyayangkan hal ini, ketika hendak persiapan pentas di pagi harinya Studio Teater sudah digembok; “Kali ini, ya, baru kali ini saya tak paham. Kalau saya minta surat pernyataan tertulis atas larangan pencabutan Baliho saja tak pernah dapat,” papar Babeh. “Saya berulangkali menyampaikan ke pimpinan ISBI Bandung supaya menerbitkan surat pelarangan sekalian. Guna menjadi jelas bahwa pertunjukan wawancara dengan Mulyono dilarang dipertunjukkan di ISBI. Bagi saya penurunan baligo itu artinya pelarangan. Apa lagi sudah 2 X diturunkan. Sampai sekarang saya menunggu surat pelarangan tapi tidak pernah ada,” tandasnya.

SIMPUL
Pada naskahnya, Babeh menjadi seorang jurnalis amatir yang melakukan wawancara kepada tokoh bernama Mulyono. Hal ini dipaparkan langsung olehnya; “Pentas teater Kelompok Payung Hitam baru kali ini terjadi, Studio Teater digembok di hari H. Bagi saya ini aneh,” pungkasnya.

Ada pun isi teks drama “Wawancara dengan Mulyono” sebenarnya berkisah tentang: “Saya sebagai pewawancara bertanya kepada Mulyono (dimainkan Tony Broer). Pertanyaannya seputar IKN, PSN, BANSOS, KPK, PIK 2, Pagar Laut. Dijawab sama Mulyono (Tony broker) dengan bahasa tubuh. Itu saja. Pimpinan ISBI Bandung itu paranoid Mulyono. Apa yang saya ungkapkan dipanggung berangkat dari realitas yang ada (medsos).”

Pungkas Babeh sebagai pakar teater sekaligus pendiri Kelompok Payung Hitam yang didirikannya pada tahun 1982 silam sebagai wujud nyata dari eksistensinya selama 43 tahun dengan terus konsisten menggelar pertunjukan teater dalam tiap tahunnya terkadang bisa sampai 5 pementasan dengan lakon yang berbeda.

KATARSIS
Membludaknya penonton yang sudah hadir di ini malam, 15 Februari 2025, Kelompok Payung Hitam akhirnya mementaskan pentas darurat di lobby Studio Teater ISBI Bandung dengan perform pantomim yang dimainkan oleh Dede Dablo dan teater tubuh oleh Tony Broer. Dua peran yang secara estetika menampilkan gerak teatrikal, tetapi secara esensi berbeda. kondisi dua alur tabrakan ini menjadi semiotika yang harus dipecahkan oleh masing pribadinya penonton yang hadir di itu waktu.

Sebelumnya aktor pantomim Dede Dablo dan aktor tubuh Tony Broer sebagai pentolan aktor kawakan dari KPH, sore harinya mengadakan perform baik di halaman kampus ISBI pun di area Jalan Buah Batu dengan diikuti para penonton baik dari mahasiswa pun masyarakat sipil. Hal ini dilakukan oleh mereka sebagai wujud nyata dari keprihatinan mereka atas sikap lembaga yang bungkam dan tidak ada yang berani angkat bicara alias tutup mulut.

Gayung bersambut pasca mereka perform di malam harinya, tepatnya di Loby Studio Teater, sebagaimana Denny Cholid yang mengenang sebuah pertunjukan di Kampus Biru tersebut: “Nah Bro Tatang Macan ini salah satu pemeran yang ikut produksi teater yang dicekal, judul “Jenderal Anjing” karya sutradara Adang Ismet Majalaya (alm). Saat itu tidak ada penggembokan ruang pertunjukan dan penurunan spanduk yang dilakukan oleh Pak Ote dan Mas Ngaliman. Yang ada adalah surat cinta panggilan dari Mabes ke penulis sekaligus sutradara.”

Dengan sigap, Tatang Macan menimpali pernyataan Deny Cholid: “Aku datang berkumpul tadi benar-benar tragis di Gembok Pintu Gerbang Studio Teater. Aku memang jadi Teringat Jendral Anjing Karya/Sutradara Adang Ismet (Almarhum). Tapi saat itu level pelarangan jelas dan sedikit gagah. Karena diciduk oleh Bakorstanas, ini lain, lucu dan tidak elit. Masa kesenian dilarang di Kampus Kesenian.”

Sri Kuwati menambahkan: “Kebebasan berkarya mulai dibelenggu, seniman harus kembali bersiasat mengemas pertunjukannya, agar pemangku kebijakan tak bisa membaca pertunjukan yang berisi kritik.” Pungkasnya.

Tatang Macan kembali menambahkan: “Bu, tajuk judul “Wawancara dengan Mulyono” itu masih dalam tarap sopan. Berbeda dengan dulu kami “Jendral Anjing”, meski pun itu juga bisa dibantah, karena ada lagu yang bermasyarakat denga anak-anak yakni “Jendral Kancil”. Kan lucu lah, Akademisi Seni tidak mengerti telaah Estetika. Saya heran ditingkat edukator seni yang harusnya memiliki pandangan estetis, kok malah jadi Vandal.” Tandasnya.

TUTUP
Pada akhirnya setiap apresiator mengantongi katarsisnya masing pribadi. Seperti halnya Babeh dengan steatmen terakhirnya: “Saya masih membicarakan dengan teman-teman lainnya.” Tandasnya menutup percakapan.

Akankah lakon drama “Wawancara dengan Mulyono” bisa pentas di kemudian hari (Padahal pihak keamanan (Polisi) dalam mengurus perizinan tidak ada masalah, tidak ada pelarangan oleh pemerintah) dengan sebenarnya pentas tersebut sebagai gerbang launcing antologi buku monolog dengan judul TEKS-TEKS MONOLOG RACHMAN SABUR yang diterbitkan oleh Yayasan Payung Hitam, tahun 2025 ini dengan rentang penulisan naskah sejak tahun 1986 hingga 2024 sekaligus sebagai penanda eksistensi Kelompok Payung Hitam yang secara konsisten terus memproduksi pertunjukan teater selama 43 tahun dari sejak pertama berdiri sampai kini.

Singkatnya, meski dengan situasi dan kondisi yang tak seimbang, launcing antologi monolog karya-karya Babeh tetap terlaksana dengan master of ceremony Irwan Guntari sebagai ketua IA ISBI Bandung. [dmn]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *