Pengenalan Literasi Lingkungan pada Anak

Penulis: Seno Ali (Pemerhati Anak) 

Etika adalah konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial berdasarkan kepada tradisi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Pembentukan etika melalui proses filsafat sehingga etika merupakan bagian dari filsafat. Unsur utama yang membentuk etika adalah moral. Wikipedia

Bacaan Lainnya

Moral merupakan standar perilaku yang memungkinkan setiap orang untuk dapat hidup secara kooperatif dalam suatu kelompok.

Pembentukan karakter berupa literasi lingkungan terhadap anak, merupakan kunci utama supaya anak tahu terhadap ruang geraknyanya dan mereka bisa beradaptasi sesuai dengan usianya.

Menurut psikolog klinis anak, Vera Itabiliana, untuk usia berapapun tidak bisa ditentukan berapa lamanya anak bisa beradaptasi. Alasannya karena adaptasi itu bisa sangat subjektif dan tergantung masing-masing anak.

“Ada berbagai faktor juga yang memengaruhi soal adaptasi anak ini dari segi temperamen apakah anak tersebut termasuk yang difficult child, nggak terbiasa ketemu orang baru, atau ada gangguan sensoris yang bikin anak nggak nyaman dengan stimulasi tertentu,” ungkap Vera, dikutif dari HaiBunda.

Adaptasi anak bisa dibedakan tahapannya dari usia 1 hingga 5 tahun.
a. Anak Usia 1-2 Tahun

Pada usia 1-2 tahun, kata Vera, anak biasanya takut dengan orang lain. Anak hanya mau dekat dengan orang tua atau pengasuh yang sehari-hari sering ditemui.

“Untuk menghadapinya sabar aja. Nggak perlu dipaksa, anak akan nyaman dengan sendirinya kok jika sudah merasa kenal dengan orang atau situasi sekitarnya,” ungkap Vera.

b. Anak Usia 2-3 Tahun

Pada usia ini anak biasanya sulit berbagi dan tidak bisa diam karena masuk pada masa eksplorasi. Adaptasi di sini termasuk mau mengikuti aturan di mana dia berada. Cara menghadapinya memberikan gambaran pada anak yang boleh atau tidak boleh dilakukan di tempat yang akan didatangi.

“Siapkan ‘amunisi’ berupa mainan jika si anak bosan. Pilih tempat yang anak bisa bergerak bebas atau tidak perlu menunggu lama,” tutur Vera.

c. Anak Usia 3-5 Tahun

Nah pada usia ini anak biasanya suka menolak untuk ditinggal di sekolah karena separation anxiety. Cara menghadapinya, coba deh, Bun, bekerja sama dengan sekolah agar anak dapat ditinggal secara bertahap seiring dia bertambah nyaman di sekolah bersama teman dan gurunya.

“Meningkatkan kemandirian anak di rumah juga dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri anak agar dapat mengandalkan kemampuan diri untuk menghadapi situasi menantang seperti situasi baru,” papar Vera.

Sudah cukup lama menetap, tetapi anak-anak tidak mengenal lingkungan. Bahkan mereka tidak tahu siapa tetangga dua rumah dari rumahnya apalagi keadaanya. Padahal lewat ponsel anak bisa memahami betul kejadian di belahan bumi lain dan sebagainya.

Padahal salah satu pilar pendidikan menurut UNESCO adalah learning to live together, yakni belajar hidup bersama, dimana pendidikan di Indonesia diharapkan mampu mencetak generasi yang memiliki peran dalam lingkungan dimanapun berada, mampu menempatkan diri sesuai perannya.

Intinya, memahami peran diri dan orang lain dalam bersosialisasi di masyarakat.

Kebiasaan hidup bersama dapat mengasah rasa saling menghargai, terbuka, memberi, dan menenerima. Kenyataannya, semakin ”lekat” seseorang dengan pendidikan justru semakin ”jauh” dari kebersamaan bermasyarakat dan menjadi pribadi yang individualistis.

Tentu kita ingin anak-anak kita memiliki kualitas yang tidak hanya baik secara akademik tetapi juga memilki kualitas ’memerankan diri’ dalam kehidupan bermasyarakat seiring meningkatnya taraf pendidikan.

Sebagai orangtua, kita bisa menanamkan literasi lingkungan terhadap anak-anak melalui hal-hal sederhana.

Ajak anak terlibat

Saat menjenguk tetangga sakit atau melahirkan, ajaklah mereka untuk ikut. Jika perlu libatkan mereka untuk menyumbang. Libatkan dalam kegiatan kerja bakti lingkungan. Jika tidak memungkinkan membantu pekerjaan, ikutkan berpartisipasi dalam mengantar makanan atau minuman.

Andalkan berjalan kaki untuk menempuh jarak dekat. Selain mengurangi jejak karbon yang baik bagi lingkungan, dan kesehatan tubuh, berjalan kaki juga bisa memberi efek psikologis mempererat kedekatan dengan lingkungan.

Bertegursapalah dengan para tetangga. Beri stimulus anak melakukan interaksi dengan lingkungannya. ”Ayo Nak, salim dengan Pak Indra” atau ”Lihat Nak, got ini kehitaman, bagaimana caranya agar terlihat bersih?” Bisa juga, ”Zaman mama kecil, banyak ikan yang hidup di dalam saluran air, bagaimana agar ikan-ikan bisa hidup lagi?” Atau, ”Sebelah kanan ini rumah Bu Ida, anak pertamanya Kak Lusia, hebat sekali matematikanya” dan lain sebagainya.

Belajar Berbagi

Berbagi bukan hanya soal makanan atau oleh-oleh dari luar kota. Jika anak kesulitan belajar, antarkan pada tetangga yang dianggap mampu dan mau membantunya.

Begitu pula jika tetangga kita memerlukan bantuan dalam menyelesaikan tugas sekolah, misalnya mencari data, artikel dari koran, dan lainnya. Berbagilah untuk bisa menyelesaikan permsalahan para tetangga dengan tetap memberi ruang partisipasi anak-anak kita.

Literasi terhadap lingkungan menjadi hal yang penting ditanamkan pada anak-anak kita. Bukan hanya tugas guru, penegakkan pilar pendidikan learning to live together juga menjadi tugas orangtua.

Literasi lingkungan memberikan pemahaman tentang peran diri dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar baik alam maupun sosial. Sehingga pada akhirnya pendidikan tidak hanya meningkatkan kualitas kemampuan intelektual dan profesional, tetapi juga peningkatan sikap, kepribadian, dan moral.

Artikel dikutif dari berbagai sumber

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *