Pemanfaatan Enzim Αlpha-amilase pada Modifikasi Pati Singkong Sebagai Substitusi Gelatin Produk Marsmallow

Oleh Muhammad Zaky Mudzakir Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Padjajaran

Gelatin merupakan protein larut air yang berperan penting dalam industri pangan sebagai agen pembentuk gel, pengental, penstabil, pembuih, dan pengemulsi. Gelatin sendiri dijelaskan dapat diproduksi dari kulit, tulang, jaringan ikat mamalia, dan juga sudah banyak riset yang ditemukan bahwasanya gelatin dapat diproduksi dari non-mamamalian (seperti gelatin ikan, gelatin dari polisakarida melalui reaksi kimia maupun enzimatis, serta gelatin dari mikroba). Gelatin berasal dari polisakarida yaitu pati sebagai agen pembuih yang bersifat stabil pada permen lunak (marshmallow). Pati yang dapat dimaanfaatkan dalam pembuatan gelatin alternatif tersebut ialah pati singkong, karena pati singkong memiliki potensi untuk dijadikan agen pembuih dengan kadungan pati yang tinggi yaitu 85%. Selain itu, komoditas singkong merupakan komoditas terbesar di Indonesia dengan kemudahannya untuk dibudidayakan bahkan tahan akan serangan hama. Dalam review ini akan dibahas mengenai proses pengembangan pati singkong sebagai agen pembuih dalam pembuatan marsmallow yang dilakukan dengan memodifikasi sifat pati alami singkong menjadi termodifikasi melalui proses modifikasi pati secara enzimatis menjadi maltodekstrin sebagai agen pembuih dalam formulasi pembuatan marshmallow yang merupakan salah satu sifat fungsional gelatin untuk permukaan produk, serta mengetahui konsentrasi α-amilase (EC.3.2.1.1), dan lama inkubasi yang dibutuhkan untuk memodifikasi pati singkong sehingga memiliki sifat fungsional seperti gelatin.

Bacaan Lainnya

Proses modifikasi pati singkong dilakukan dengan dua tahap yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi adalah tahap penambahan enzim α-amilase atau glukoamilase yang akan menghasilkan maltodekstrin ataupun oligosakarida lain. Enzim amilase berfungsi memutus ikatan glikosidik untuk menghidrolisis pati menghasilkan dekstrin dan oligosakarida. Enzim amilase yang biasa digunakan dalam hidrolisis pati ialah α-amilase. Enzim α-amilase berperan memodifikasi pati singkong dengan membelah ikatan α-1,4 glikosidik rantai amilosa atau amilopektin untuk menghasilkan produk dengan konfigurasi α dapat diperoleh dari Bacillus sp. Sedangkan, terdapat pula pengganti dari α-amilase yaitu glukoamilase yang dapat berperan memisahkan glukosa dari pati cair secara bertahap sehingga menghasilkan produk akhir berupa glukosa, glukoamilase dapat diperoleh dari Aspergillus niger. Proses likuifikasi pati singkong dilakukan pada suhu tinggi (sekitar 100-1100C), karenanyalah daya kerja α-amilase harus memperhatikan suhu, pH, dan thermostability yang optimal. Bakteri stabil yang dapat menghasilkan enzim α-amilase ialah Bacillus subtilis (T=70-900C; pH=6-10) dan B. Licheniformis (T=600C; pH=6-7). Sakarifikasi adalah proses lebih lanjut dari hasil likuifikasi dengan penambahan berbagai jenis enzim sesuai dengan jenis produk akhir yang diinginkan.

Sumber pati yang digunakan akan mempengaruhi kandungan monosakarida dan disakarida dalam peningkatan kualitas maltodekstrin. Selain itu, pemilihan jenis dan jumlah enzim yang digunakan pada modifikasi pati singkong ini juga akan mempengaruhi karakteristik maltodekstrin. Semakin tinggi konsentrasi enzim semakin tinggi pula aktivitasnya. Hal ini disebabkan adanya peningkatan konsentrasi enzim menyebabkan nilai degree polymerisation (DP) pada amilosa maltodekstrin semakin meningkat. Untuk lama inkubasi sendiri mewakili lama terjadinya hidrolisis pati singkong menjadi maltodekstrin. Terdapat tabel nilai DE yang menunjukkan bahwa semakin lama hidrolisis pati maka semakin banyak pula total gula pereduksi yang terhitung. Banyaknya total gula pereduksi atau gula sederhana yang terhitung disebabkan waktu hidrolisis yang lama menjadikan enzim bekerja semakin spesifik terhadap substratnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi enzim dan lama hidrolisis pati berpengaruh terhadap maltodekstrin yang diperoleh, semakin tinggi konsentrasi enzim α-amilase dan semakin lama waktu inkubasi maka total gula preduksi pada sampel semakin tinggi.

Penggunaan maltodekstrin di bidang pangan tergolong luas dan masih terus dikembangkan. Salah satu penggunaannya adalah sebagai alternatif gelatin dalam pembuatan marshmallow, selain itu maltodekstrin juga merupakan bahan pengisi dalam makanan, beberapa kelebihan maltodekstrin adalah memiliki rasa yang tidak manis, atau tidak memiliki rasa serta mudah larut di dalam air sehingga mudah untuk digunakan. Marsmallow sendiri merupakan kembang gula yang memiliki berat ringan, lembut, dan berbentuk seperti spons. Untuk meningkatkan stabilitas dari busa pada marshmallow diperlukan adanya komponen bahan selain udara dan air, yaitu foaming agent dan whipping agent. Gelatin pada marshmallow berfungsi untuk mencegah kristalisasi dan sebagai agen penstabil foam selama proses pengolahan. Pada penelitian

Suryani dan Fithri (2015), menunjukkan pembuatan marshmallow dengan konsentrasi enzim 500 gram/100 gram dan lama inkubasi selama 10 menit memiliki foaming stability yang baik. Semakin baik foaming stability maka semakin baik kualitas marsmallow yang dihasilkan.

Maltodekstrin yang dihasilkan dari modifikasi pati singkong menggunakan enzim alfa-amilase memiliki kemampuan buih yang berbeda-beda. Meningkatnya waktu inkubasi dan konsentrasi enzim akan menyebabkan peningkatan nilai DE, dimana pada nilai DE yang tinggi kemampuan kemampuan maltodekstrin dalam pembuatan buih juga menurun. Rendahnya kapasitas buih disebabkan karena kurangnya repulsi elektrostatik, kurangnya kelarutan, dan interaksi antar protein.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *