Kebijakan KDM : Suatu Gagasan Kontribusi SDGs untuk Mencapai Indonesia Emas 2045

Judul Artikel: Kebijakan KDM : Suatu Gagasan Kontribusi SDGs (Sustainable Development Goals) Quality Education untuk Mencapai Indonesia Emas 2045

Oleh: Naysyilla Hamidah (Peserta didik MAN 1 Tasikmalaya)

Bacaan Lainnya

Ruangatas.com | Nelson Mandela pernah berkata, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia”. Pendidikan merupakan faktor krusial yang menentukan kemajuan suatu negara. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada peserta didik, tetapi juga untuk membentuk karakter bangsa yang berkualitas. Namun tantangan pendidikan di Indonesia semakin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat dan maju. Salah satu kendala Indonesia dalam bidang pendidikan adalah belum terwujudnya pendidikan inklusif. Hasil program penilaian siswa internasional (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam membaca pemahaman sederhana atau menerapkan konsep dasar matematika. Skor PISA tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang besar antar wilayah dan antar kelompok sosial ekonomi dalam hal kualitas pembelajaran.

Bumi Pasundan sebuah julukan bagi salah satu provinsi di pulau Jawa yaitu, Jawa Barat. Provinsi dengan kepadatan penduduk 51.124.944 jiwa. Sebagai provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia, memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pendidikan yang berkualitas. Namun, provinsi Jawa Barat memiliki sejumlah tantangan yang menghambat peningkatan kualitas pendidikan meskipun terletak di lokasi yang strategis dan dikelilingi oleh pusat-pusat industri, pendidikan di Jawa Barat masih menghadapi berbagai tantangan yang membuatnya tertinggal. Keterbatasan akses, kualitas yang memprihatinkan, dan infrastruktur yang buruk adalah beberapa masalah yang harus diatasi. Di samping itu Angka Partisipasi Murni (APM) di Jawa Barat belum mencapai 100. Dilansir dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat menunjukkan APM SD/MI sebesar 98,53%, SMP/MTS sebesar 84,61%, SMA/MA sebesar 60,68%. Dari data tersebut terlihat APM di Jawa Barat secara umum belum mencapai 100. Hal ini menjadi tantangan yang mesti dijawab Pemprov Jabar di bawah Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan.

Baru-baru ini, Kang Dedi Mulyadi berhasil mencuri perhatian publik melalui kebijakan terbarunya, yaitu terkait larangan study tour. Study tour merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar lingkungan sekolah atau kerap disebut dengan wisata pendidikan. Namun, yang menjadi permasalahan di sini adalah beberapa sekolah yang membebankan biaya terlalu besar bagi peserta didik. “Kegiatan ini sering kali membuat orangtua yang tidak mampu harus berutang ke sana kemari, yang akhirnya semakin memperberat beban hidup mereka. Ini yang kami ingin cegah,” kata Dedi, dilansir dari Kompas.com, Selasa (25/2/2025). Tentunya kebijakan ini menimbulkan pro kontra khususnya di sektor pariwisata, ekonomi, dan pelaku usaha. Kebijakan ini merupakan salah satu program Kang Dedi di bidang pendidikan supaya para siswa fokus pada pembelajaran karena, kebanyakan study tour dilaksanakan tanpa esensi yang jelas.

Salah satu hambatan terwujudnya pendidikan yang inklusif adalah sarana prasarana yang belum memadai. Masih banyak di beberapa wilayah provinsi Jawa Barat sekolah yang belum memiliki fasilitas yang baik. Tentunya hal ini dapat mengurangi kenyamanan peserta didik dan pengajar pada saat proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Hal ini merupakan suatu permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh Pemprov Jawa Barat. Gubernur Dedi Mulyadi prioritaskan efisiensi anggaran untuk kebutuhan pendidikan. Sebagian hasil dari efisiensi anggaran ini dialokasikan untuk pembangunan 3.333 ruang kelas dan sekolah baru. “Ini untuk membangun 3.333 ruang kelas baru, sekolah baru, dan membebaskan tanah untuk pembangunan sekolah dalam dua tahun ke depan,” kata Dedi.

Selain itu, permasalahan di bidang pendidikan khususnya terjadi di wilayah penulis, tepatnya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Permasalahan strategis yang dihadapi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Hal ini merupakan ketimpangan akses terhadap layanan pendidikan yang ditandai dengan masih belum meratanya distribusi layanan pendidikan, distribusi guru dan sarana prasarana pada satuan pendidikan.
b. Masih perlu adanya peningkatan mutu pelayanan pendidikan melalui peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan serta penguatan karakter siswa.
c. Rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pengembangan kebudayaan.

Dari permasalahan di atas, kita sebagai generasi muda memiliki peran penting dalam berkontribusi dalam mewujudkan SDGs 4 (Sustainable Development Goals ; Quality Education) dengan misi “Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua”. Untuk mengukur tingkat pencapaian. SDGs poin 4 memiliki 10 target dan 11 indikator. Dari 10 target tersebut, 7 di antaranya merupakan hasil yang diharapkan, yaitu pendidikan dasar dan menengah gratis, akses yang setara terhadap pendidikan pra-sekolah dasar dan anak usia dini yang berkualitas, pendidikan teknik, kejuruan, dan tinggi yang terjangkau, meningkatkan jumlah orang dengan keterampilan yang relevan untuk kesuksesan finansial, penghapusan semua diskriminasi dalam pendidikan, literasi dan numerasi universal, dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan kewarganegaraan global. 3 target lainnya merupakan cara untuk mencapai tujuan yaitu membangun dan meningkatkan sekolah inklusif dan aman, memperluas beasiswa pendidikan tinggi untuk negara berkembang, dan meningkatkan jumlah staf pengajar yang berkualitas di negara berkembang.

Dalam pengembangan pendidikan inklusif, peran generasi muda sangatlah penting. Sebagai bagian dari generasi muda saya berusaha berkontribusi dalam membangun pendidikan inklusif. Saya telah melakukan sosialisasi dan kunjungan ke beberapa sekolah di Tasikmalaya, Jawa Barat. Melalui program dan platform “Anak Emas Indonesia”. Saya telah melakukan sosialisasi kepada beberapa mahasiswa mengenai pentingnya pendidikan dan soft skill. Dengan adanya aksi sosialisasi ini, siswa akan mengetahui pentingnya pendidikan bagi kehidupan. Sosialisasi yang saya lakukan merupakan bentuk dukungan saya terhadap SDGs poin 4 yaitu pendidikan berkualitas dengan misi “Menjamin pendidikan berkualitas yang inklusif dan berkeadilan serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua.”

Di banyak daerah terpencil, infrastruktur sekolah seperti gedung dan fasilitas dasar masih kurang sehingga mempersulit penerapan pendidikan inklusif. Minimnya materi pendidikan yang mendukung pembelajaran inklusif juga menjadi kendala utama dalam penerapan kebijakan ini. Menurut Program for International Student Assesment (PISA) kualitas pendidikan Indonesia pada tahun 2022 akan menduduki peringkat ke-69 dari 80 negara. Peringkat tersebut naik 5-6 posisi dibandingkan tahun 2018. Namun ratarata nilai kemampuan siswa Indonesia pada PISA 2022 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018. Penurunan tersebut terjadi pada kemampuan membaca, matematika, dan sains. Hal ini disebabkan oleh kualitas pendidikan yang tidak merata dan belum terselenggara secara inklusif.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *