Oleh : Yusran Arifin
Tasikmalya – RA | Ada banyak kearifan yang bisa digagas untuk mengisi waktu luang, tidak mesti terikat pada yang wajib, dalam menyambut Bulan Suci Rhamadan, salah satunya mengisi dengan kegiatan budaya bernuansa Islami atau tradisi yang bermanfaat bagi masyarakat. Manfaat dimaksud tidak melulu mutlak dalam satu persfektif. Setiap orang terbuka luas untuk menafsir atas manfaat dimaksud.
Kegiatan berkesenian misalnya, yang kontemplatif, terasa agak mungkin untuk didedah dalam event-event Rhamadan. Kesenian yang tidak sekedar mampu menghibur, terlebih berkemungkinan bisa memberi nutrisi yang positif. Semisal Festival Rebana Kasidah, Festival Membaca Puisi, Lomba Pidato, Lomba Azan, Festival Rampak Bedug serta lomba lainnya yang relevan, yang kaya pesan moral dan nilai-nilai sosial, sebagai refleksi demi menumbuhkan kekayaan spiritual.
Untuk sampai pada satu persamaan sudut pandang kadang dibutuhkan proses panjang. Berbagai rintangan, sekaligus upaya harus dilakukan demi tercapainya kemufakatan. Kalau mustahil sampai pada sikap yang seragam, setidaknya mendekati kesamaan. Akan terasa lebih mudah mencair, jika semua pihak punya kesamaan tujuan, walau konsepsi masih mungkin diperdebatkan.
Di beberapa daerah di Indonesia, Rhamadan sering diisi oleh kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan khas, relevan dengan nafas Rhamadan sendiri atau kearifan budaya lokalnya. Di Alun-alun Cismis misalnya, pada awal tahun 2000-an, hampir setiap tahun dihelat acara Riak Rhamadan yang digelar oleh Keluarga Galuh Budaya (KGB) yang diprakarsai oleh pentolan seniman Kota Manis, Noer J EM dan Dang Q menjadi duet maut yang aktif menghidupkan beberapa aktifitas kebudayaan di sana. Kesenian yang sering tampil mengisi panggung; Karinding, beluk, pencak silat, reog, tari jaipong, calung, tarawangsa, (tradisi). Ada kasidah rebana, nasyid dan penampilan da’i (religi), ada monolog, baca puisi dan musikalisasi puisi. Begitu pula di Alun-alun Manonjaya, hampir setiap tahun diselenggarakan. Talenta yang mengisi acara mayoritas para relewan kesenian, yang memberikan kontribusi demi kemajuan bersama.
Bahwa event seperti ini, sangat bermanfaat. Bagi seniman sendiri, ini semacam ruang berekspresi atau kerinduan terhadap panggung. Di samping meningkatkan kemampuan dan jam terbang, juga bisa dijadikan ajang silaturahmi antar semiman agar hubungan kekeluargaan kian erat. Ini sangat mempermudah untuk saling berkomunikasi, sehingga bila satu sama lain saling membutuhkan untuk kepentingan acara, dapat dengan mudah saling mengisi. Bagi masyarakat, tentunya lebih banyak lagi manfaatnya, antara lain, sebagai ruang hiburan untuk bergembira, melepas berbagai himpitan hidup, sebagai penyerapan informasi juga penyerapan ilmu pengetahuan agar hidup kian matang, lahir dan batin.
Saat ini Kawalu tampak mulai bangkit dari tidur panjangnya. Ada semacam harapan yang bisa dipupuk dengan serius. Ada semacam benang merah yang tersambungkan antara elemen yang satu dengan lainnya. Seperti pintu yang telah menemukan anak kunci dan tetbuka. Tinggal bagai mana semua potensi yang ada bisa disadarkan, diajak dan didorong oleh semangat perintisnya.
Bermula dari gagasan para sepuh di Kecamatan Kawalu; diantaranya Ketua DMI Kec. Kawalu, KH. Rukman dan Kepala KUA Kec. Kawalu H. Yuyu Sopiudin, SHI. serta tokoh lainya, bertempat di halaman Mesjid Besar Kecamatan Kawalu menggelar kegiatan budaya, bertajuk “Kasohor”.
Kasohor adalah kepanjangan dari Kawalu Show Rhamadan sebuah event budaya dalam rangka menyambut Bulan Suci Rhamadan tahun 1443 H, dihelat oleh kolaborasi multi lembaga keagamaan yang ada di Kecamatan Kawalu: DMI, MUI, LPTQ, dan DKM Mesjid Besar Kawalu, dengan berbagai kegiatan budaya yang bernuansa Islami, di antaranya; Festival Kasidah Rebana, Pembinaan Tilawah, dan Festival Rampak Bedug.
Pembukaan Kasohor dilangsungkan pada hari Selasa, tanggal 12 April 2022, pukul 15.30 WIB. Perhelatan tersebut dibuka langsung oleh Camat Kawalu (plt), H. Maman. Pembukaan Kasohor ditandai dengan pukul bedug bareng Camat Kawalu, Kapolsek dan Kepala KUA Kawalu.
Ketua Pelaksana Kasohor ,
Ence Farohanal Azman, dalam sambutannya menyampaikan, bahwa gagasan kegiatan ini berawal dari pemikiran jauh ke belakang, di mana secara historis, Islam sangat kaya dengan budaya, yang sangat penting bagi perkembangan Islam.
Histori kasidah rebana, menurut pemaparan Ence Farohanul Azam, diperkirakan muncul ke publik dan tertulis dalam sejarah pada abad 6 Masehi, saat Rosulullaah berhijrah dari kota Makkah ke Kota Madinah, sebagai manifestasi rasa syukur serta puja-puji masyarakat atas tibanya Sang Panutan Alam ke hadapan mereka. Sementara seni tabuh bedug terdeteksi, pada abad 15 Masehi, yang dibawa oleh pasukan Cheng Ho dari China. Laksamana Cheng Ho merupakan utusan Kaisar Ming yang telah memeluk Islam berkunjung ke Semarang. Cheng Ho atas mandat Kaisar Ming menghendaki agar tabuh bedug dipakai untuk menadai tibanya waktu sholat.
“Ini masih mungkin diperdebatkan. Bedug bisa diakui sebagai budaya Islam. Tapi, mungkin saja merupakan akulturasi dari budaya lain.” Ujar Ence.
Ence berharap, dengan adanya Festival Kasohor ini, yang menampilkan Lomba Kasidah Rebana dan Tabuh Bedug, mampu menjadi semacan pemantik atau refleksi bagi semangat memajukan Islam pada hari ini dan akan datang selaras dengan semangat para pejuang Islam pada generasi awal.
Sementara Tutang M. Takdir, sekretaris Panitia Kasohor menyampaikan beberapa poin penting pemikirannya. Tutang yang nota bene Pengurus Dewan Kesenian Kota Tasikmalaya, merasa prihatin mengamati kondisi Kawalu saat ini, terutama animo masyarakat terhadap seni budaya Islam. Kondisi ini dapat difahami, sebagai konsekuensi dari perkembangan zaman serta cepatnya perubahan teknologi, sehingga masyarakat meninggalkan budaya lama, beralih ke pola baru yang lebih moderen. Akibatnya, terindikasi bahwa Kecamatan Kawalu sering tertinggal oleh Kecamatan lain dalam beberapa festival, baik yang Islami maupun tradisi, di tingkat yang lebih tinggi.
Gagasan Tutang seperti pucuk dicinta ulam tiba, menemu pucuk keprihatinan yang sama, yakni beberapa tokoh Kawalu, di antaranya, ketua DMI KH. Rukman dan Kepala KUA Kecamatan Kawalu, H. Yuyu Sopiudin, SHI. Gagasan kolaboratif ini menghasilkan konsepsi dasar bagi geliat kegairahan kembali menghidupkan kebudayaan yang pernah berjaya di masa silam.
Untuk sampai pada puncak yang tengah didaki terjal tebingnya, teramat mustahil mampu, jika sekedar bicara soal gagasan serta konsep semata. Ada banyak rintangan pada jalan setapak yang harus dilewati. Sangat dibutuhkan kesabaran, kematangan, strategi, langkah taktis serta sinergitas entitas terkait yang terlibat.
Menakar potensi yang ada, baik sumber daya manusia maupun yang lainnya, yang dibutuhkan dalam wacana sebuah bangunan, baik kesenian maupun kebudayaan secara luas, sangat berpeluang untuk maju dengan baik. Namun sangat bergantung pada niat dan kesungguhan proses. Ketulusan dan kejujuran sangat dibutuhkan. Akan sangat riskan jika proses pembangunan kebudayan atau apapun jika dilakukan dengan asal-asalan atau kepentingan lain. Keikhlasan dan kejujuran semacam kunci sebuah kesuksesan, karena akan membebaskan entitas dari kemungkinan curang, narsis, serta demi mengejar keuntungan pribadi.
Mengingat hal tersebut di atas, Kawalu dihuni oleh para seniman handal dan berkelas, sebagai bahan dasar untuk menularkan virus kesenian ke generasi yang ada. Ada seniman lukis H. Luky Lukita serta pulukulis payung geulis Eri Aksa Heryadi, sangat mungkin diberdayakan sebagai spesialis artistik ruangan dan dekorasi panggung dengan estetika yang terukur. Perpaduan antara kemampuan H. Luky memainkan instalasi dengan penataan apik dari kreasi payung geulis Eri Aksa. Yang tak kalah mentereng, ada Tono spesial artistik dengan media bambu yang sudah berkali-kali diundang Kang Dedi Mulyadi Purwakarta mengkreasi Tajug Gede. Potensi ini sangat disesalkan jika dilupakan begitu saja.
Talenta yang bisa diorbit ke pentas pertunjukan, tradisional maupun kontemporer bertabaran di Kawalu. Di antaranya; Karinding Sada Hinis Citamiang, Kelurahan Tanjung. Daiwani Cukang, spesialisasi seni karnaval yang kerap diundang di event-event Nasional. Ada seni pencak silat Sinar Pusaka Sukapura (SPS) di Babakan Arsi, Kelurahan Tanjung. Ada juga Paguron Pencak Silat Rajawali, yang digawangi Mang Uday, Babakan Peundeuy. Di Kampung Genteng Cilamajang, ada Pencak Silat Sisingaan, di Cibeuti ada Calung Mang Ibay Cs. di Urug ada sanggar Mang Dadan Budiman yang menekuni seni deklamasi baca puisi. Di Cisumur, Karsamenak ada seni angklung asuhan Kang Eri Aksa.
Mungkin masih banyak lagi, kesenian lain ada di Kawalu yang luput dari pantauan penulis. Untuk kesenian yang berakar pada kebudayan Islam, semisal hadroh, nasyid, kasidah rebana akan lebih banyak lagi, mengingat di Kawalu bertebaran ponpes dan madrasah yang konsen melakukan pembinaan kesenian tersebut.
Mengingat hal tersebut serta beberapa potensi lain yang diperlukan demi terwujudnya sebuah event tahunan, semacam Kasohor, masih sangat mungkin dimaksimalkan. Tinggal ada kemauan serta keseriusan dalam mengolahnya. Bagai mana para steak holder, inohong, para agnia serta peran serta masyarakat mampu bersinergi secara masif.
Bahwa harapan untuk lebih maju, baik dalam soal penyelenggaraan atau dalam soal proses persiapan Kasohor akan datang, memang tidak mudah serupa membalik telapak tangan. Dibutuhkan kerja keras dan kesungguhan dari semua pihak yang terlibat untuk bersenergi. Salah satu kelemahan mendasar penyelenggaraan Kasohor tahun ini, belum bersinerginya elemen masyarakat yang terkait. Antara pemerintah sebagai pengampu kegiatan, talenta seniman pengisi acara juga yang tak kalah penting posisinya, adalah para agnia sebai penyokong anggaran. Konsekuensinya, Kasihor tahun ini, masih sangat sederhana.
“Nanti akan dievaluasi usai acara, dibuat konsepnya serta draf proposalnya, akan dibicarakan dengan semua pihak yang terkait, terutama dengan para agnia.” Ujar Kepala KUA Kawalu, H. Yuyu Sopiudin, SHI. diujung pemaparannya.