Penulis: Fadhila R.A, Jurusan Teknologi Pangan dari Universitas Padjadjaran
Kulit buah kakao yang tidak dimanfaatkan lebih lanjut dapat berpotensi sebagai penyebab pencemaran dimana sebanyak 70% komponen keseluruhan buah kakao merupakan komponen kulit buahnya. Penumpukan limbah buah kakao dapat menjadi hama utama tanaman kakao yaitu penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella snellen) dan Apogonia sp, serta sumber penularan penyakit utama kakao dan kanker batang yang disebabkan Phytophora palmivora. Hingga saat ini, komoditas kakao lebih banyak dimanfaatkan bagian bijinya dibandingkan dengan kulitnya.
Penggunaan kulit buah kakao yang telah diteliti dapat dimanfaatkan ke dalam produk pangan diantaranya sebagai bahan campuran karbohidrat dan antioksidan, bahan pektin dalam pembuatan selai, bahan substitusi tepung penyusun roti, tepung komposit muffin, penambah serat pada pembuatan sosis, bahan protein hidrolisat, dan plasticizer. Kulit buah kakao juga memiliki banyak manfaat lain jika diamati mikroba asli yang tumbuh dan optimasi produksi enzim yang dihasilkannya.
Beberapa khamir asli asal kulit buah kakao (salah satunya Clavispora lusitaniae dan Meyerozyma guilliermondii) memiliki kemampuan aktivitas enzimatis dimana mampu memecah kompleksitas dinding sel/komponen penyusun substrat sehingga dalam pengaplikasiannya akan lebih ekonomis dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan produk enzim yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Proses optimasi aktivitas enzim pada kulit buah kakao yakni dengan fermentasi terendam atau Submerged Fermentation (SmF). Metode fermentasi terendam menggunakan substrat cair yang biasa digunakan sebagai metode optimasi produksi enzim ekstraseluler. Metode fermentasi ini paling cocok untuk khamir yang membutuhkan kadar air yang tinggi seperti pada khamir Clavispora lusitaniae dan Meyerozyma guilliermondii.
Khamir asal kulit buah kakao (Meyerozyma guilliermondii dan Clavispora lusitaniae) dengan substrat jus anggur mampu melakukan aktivitas enzim α – amilase, β – glukosidase, protease, dan lipase untuk optimasi kualitas aroma dan optimasi produksi ethanol. Kedua khamir ini menunjukkan produksi α – amilase terbaiknya di kisaran temperatur mesofilik (20 – 45oC) dan selanjutnya dilakukan pemurnian untuk meningkatkan kualitas jus anggur (wine) yang dihasilkan. Selain itu, aktivtias enzim β – glukosidase yang dihasilkan dari kedua khamir tersbut terlibat dalam hidrolisis prekursor aroma terkonjugasi glikol dalam wine.
Daftar Pustaka
Lin, M. M. H., Boss, P. K., Walker, M. E., Sumby, K. M., Grbin, P. R., & Jiranek, V. (2020). Evaluation of indigenous non-Saccharomyces yeasts isolated from a South Australian vineyard for their potential as wine starter cultures. International Journal of Food Microbiology, 312 (September 2019), 108373. https://doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2019.108373
Lu, F., Rodriguez-Garcia, J., Van Damme, I., Westwood, N. J., Shaw, L., Robinson, J. S., Warren, G., Chatzifragkou, A., McQueen Mason, S., Gomez, L., Faas, L., Balcombe, K., Srinivasan, C., Picchioni, F., Hadley, P., & Charalampopoulos, D. (2018). Valorisation strategies for cocoa pod husk and its fractions. Current Opinion in Green and Sustainable Chemistry, 14, 80–88. https://doi.org/10.1016/j.cogsc.2018.07.007
Nurhidayah. (2018). Pemanfaatan Isolat Bakteri dari Cairan Pulp Kakao sebagai Bioaktivator dalam Pengomposan Limbah Kulit Buah Kakao. In CELEBES BIODIVERSITAS. Universitas Hassanudin.
Rodríguez, M. E., Lopes, C. A., van Broock, M., Valles, S., Ramón, D., & Caballero, A. C. (2004). Screening and typing of Patagonian wine yeasts for glycosidase activities. Journal of Applied Microbiology, 96(1), 84–95. https://doi.org/10.1046/j.1365-2672.2003.02032.x