Di dalam Al-Quran, terdapat beberapa ayat yang melarang Umat Islam untuk mengosnsumsi makanan yang non-halal. Selain melarang, Al-Quran juga menjelaskan mana saja makanan yang dapat dikategorikan sebagai makanan non-halal seperti yang umum diketahui yakni pada surat Al-Maidah ayat 5. Populasi Muslim di negara Indonesia adalah yang terbanyak di dunia. Menurut Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat (Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, 2020), terdapat sekitar 42.589.118 jiwa atau 93,92% masyarakat Jawa Barat yang beragama Islam. Aturan Syariat Islam juga diperkuat dengan adanya regulasi yamg dikeluarkan oleh pemerintah. Perarturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2019 tentang Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 adalah bentuk komitmen konkrit pemerintah dalam mengimplementasikan hal tersebut. Pada bulan Oktober tahun 2024, semua UMKM dan pelaku usaha di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Oleh sebab itu, dalam mengaplikasikan Jaminan Produk Halal (JPH), pedagang di pasar harus memiliki kesadaran yang baik tentang JPH saat melakukan aktivitas jual-beli.
3 aspek yang dapat diukur untuk dapat mengetahui apakah baik pelaksanaan JPH yaitu: wawasannya tentang JPH, komitmen dalam mewujudkannya dan aspek religiusitas atau kepatuhannya kepada Syariat. Wawasan dan religiusitas seorang terhadap JPH bisa berbeda-beda tergantung kondisi tertentu. Studi yang dilakukan Simanjuntak (Simanjuntak & Dewantara, 2021) sebagai contoh menyatakan bahwa wawasan dan religiusitas ditemukan relatif tinggi pada responden perempuan dibanding dengan yang laki-laki. Proses wawancara one on one dilakukan untuk mengumpulkan informasi pada pedagang pasar sebanyak 52 orang dengan menggunakan skala Likert. Responden diberikan sebuah pernyataan, lalu dijawab dengan memilih angka di antara 1 sampai 4, sesuai dengan sepakat tidaknya dengan pernyataan yang diberikan. 1 berarti sangat tidak sepakat dan juga sebaliknya (Reformasianto & Puspitadewi, 2022).
Informasi yang diperoleh diolah menjadi data yang dapat dianalisis dengan pendekatan statistika. Menurut Howell, metode korelasi Pearson digunakan dengan tujuan mencari apakah di antara 2 variabel terdapat hubungan. Variabel wawasan, komitmen dan religiusitas diujikan korelasi satu sama lainnya dan signifikan atau tidak. Sebaran data juga dipetakan dengan melakukan distribusi frekuensi data untuk mengkategorikan data responden yang memiliki wawasan, komitmen dan religiusitas yang tergolong “tinggi”, “sedang” dan “rendah” (Howell, 2010).
Hasil uji korelasi data yang diperoleh dari responden pedagang daging dan olahannya di Pasar Tanjungsari dan Jatinangor menunjukkan adanya hubungan signifikan antara “Wawasan” dengan “Komitmen” dengan koefisien korelasi 0,656 (hubungan kuat) dan derajat signifikansi 0,000 (signifikan). Pada “Komitmen” dengan “Religiusitas” dengan koefisien korelasi 0,387 (hubungan lemah) dan derajat signifikansi 0,005 (signifikan). Hubungan signifikan tidak ditemukan antara “Religiusitas” dengan “Wawasan” dikarenakan derajat signifikansi teridentifikasi di atas 0,05 yakni sebesar 0,131.
Berdasarkan hasil sebaran statistik, tidak ditemukan data yang masuk ke dalam kategori rendah. Untuk wawasan, sebanyak 38,46% responden dikelaskan dengan wawasan tinggi, 61,54% dikelaskan dengan wawasan sedang dan 0% dengan wawasan rendah. Untuk komitmen, sebanyak 63,46% responden memiliki komitmen tinggi, 36,54% memiliki komitmen sedang dan 0% dengan komitmen rendah. Untuk religiusitas, sebanyak 67,31% responden dikelaskan dengan religiusitas tinggi, 32,69% memiliki religiusitas sedang dan 0% dengan religiusitas rendah.
Menurut Pertiwi, kurangnya wawasan pedagang terhadap JPH dapat disebabkan adanya lack of exposure terhadap informasi yang berkaitan dengan JPH. Hal senada diungkapkan Prabowo, yang menyatakan bahwa keenganan pedagang dalam mengurus sertifikat halal adalah dikarenakan minimnya informasi. Saat responden diminta menjawab pernyataan “Gambar dibawah ini merupakan logo Halal yang resmi” dan ditampilkan logo Halal resmi dan terbaru, terdapat 25% responden yang menjawab tidak setuju, dengan kata lain 25% responden masih belum tahu atau yakin dengan logo Halal yang resmi. Sinergisasi antara pemerintah dan pengelola pasar dalam melakukan sosialisasi dapat mengurangi timbulnya masalah ini (Pertiwi et al., 2022; Prabowo, 2014).
Sumber Pustaka:
Howell, D. C. (2010). Statistical Methods for Psychology (7th ed.). Cengage Learning.
Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat. (2020). Jumlah Penduduk dan Agama Yang Dianut (Jawa Barat).
Pertiwi, F. D., Cahya, R. T., & Hurwardani, D. (2022). The Effect of Knowledge, Religiosity and Halal Certification on Halal Traceability with Halal Awareness as an Intervening Variable (Case Study of Muslim Traders in Malang Traditional Market). Proceeding of Islamic Economics, Business and Philantrophy, 1(2).
Prabowo, S. (2014). Revealing factors hindering halal certification in East Kalimantan Indonesia. Journal of Islamic Marketing. https://doi.org/10.1108/JIMA-05-2014-0040
Reformasianto, V. L., & Puspitadewi, N. W. S. (2022). Hubungan Antara Kualitas Produk Dengan Keputusan Pembelian Terhadap Produktivitas Merek X Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Penelitian Psikologi, 9.
Simanjuntak, M., & Dewantara, M. M. (2021). The Effects of Knowledge, Religiosity Value and Attitude on Halal Label Reading Behavior of Undergraduate Students. ASEAN Marketing Journal, 6(2). https://doi.org/10.21002/amj.v6i2.4216