Mengapa Harus Anak Muda?

Oleh : Yusran Arifin

27 Oktober 2024 tinggal 4 bulan setengah lagi, hari di mana masyarakat akan menentukan pilihannya, memilih Pemimpin Kota Tasikmalaya. Seperti juga, serentak di seluruh Indonesia; Provinsi, Kota dan Kabupaten.

Bacaan Lainnya

Ada semacam resonansi kolektif, masyarakat merindukan Wali Kota Tasikmalaya dari kalangan muda. Mungkin semacam eskalasi obsesif dari pengaruh “gibranisme” pada pilpres 2024, yang sukses berpasangan dengan Prabowo, menumbangkan dua pesaingnya; Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dengan selisih fantastik.

Obsesi menukik dan masif ini disampaikan politisi senior dari Fraksi PDIP Kota Tasikmalaya yang sudah kenyang malang-melintang mencicip asam-garam pengalaman dinamika politik di Kota Resik, H. Denny Romdhoni, di WAG Forsil Kota Tasikmalaya.

“Kota Tasikmalaya butuh Pemimpin anak muda yang cerdas!” Ujarnya.

Kenapa harus anak muda? Dalam hal ini penulis belum mengkonfirmasi, alasannya. Penulis yakin, bahwa ini menandakan beliau menyimpan obsesi, rahasia yang relevan dengan calon dari parteynya, PDIP. Siapa lagi, kalau bukan H. Muslim?

“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia.” ujar Ir. Soekarno.

Apa yang disampaikan Ir. Soekarno tentang perbedaan orang tua dan anak muda? Begitu kentara beda, 1000 berbanding 10, kesan kekuatan yang digambarkan begitu jomplang. Antara mencabut Semeru dan mengguncang dunia? Sebegitu hebatnya citra yang divisualkan seorang pemuda di mata Presiden pertama RI?

Jika menarik kesimpulan secara arif, kita akan sependapat tentang kehebatan anak muda. Sejak dulu, peran pemuda bagi bangsa ini, tidaklah kecil. Bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pada 17 Agustus 1945, tidak lepas dari peran mengkilap pemuda.

Mungkin jika tidak ada desakan dari para pemuda, para orang tua bisa saja menurut kepada Jepang untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia tanggal 24 Agustus 1945. Seperti yang ditulis sebuah artikel di Kompasiana,

“Namun, pemerintah Jepang menyarankan agar kemerdekaan Indonesia dinyatakan setidaknya tanggal 24 Agustus 1945. Menurut Terauchi, perlu waktu untuk melakukan berbagai persiapan sebelum proklamasi kemerdekaan diwujudkan.”

Atau mungkin saja, pasca Jepang kalah takluk pada Sekutu, usai Hirosima dan Nagasaki hancur-lebur diguyur bom atom, tentara sekutu mengambil alih roda pemerintahan dan berkuasa di Indonesia.

Mungkin jika para pemuda yang dimotori oleh Sutan Syahrir tidak menculik Soekarno-Hatta pada 16 Agustus 1945 dan menekan ke duanya untuk tidak terpengaruh oleh rayuan gombal Jepang, untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan RI, mungkin saja Proklamasi Indonesia tidak dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945?

Jika kita sepakati mengiyakan impian, sangat mungkin Kota Tasikmalaya yang selama dua tahun secara devakto, mengalami kekosongan Pimpinan. Andai saja upaya pemilihan tahun ini, kesulitan menemukan yang sanggup memberi jawaban atas segala persoalan rumit, kenapa tidak memberi peluang kepada anak muda untuk mencoba?

Itu jika memang yakin ada anak muda yang memang pantas. Tak perlulah sehebat Sutan Syahrir, yang penting, cukup untuk mengatasi persoalan segala ketertinggalan yang ada di Kota Tasikmalaya. Seperti; Termiskin urutan 3 di Jawa Barat, dilema sampah dengan anomali Adipura? Pendidikan yang tergadai sistem zonasi yang aneh dan berpeluang dimanfaatkan oleh oknum nakal ? Pelayanan kesehatan yang masih terkesan diskriminatif bagi kelas sosial tertentu?

Namun tentunya dengan satu syarat, bukan anak muda karbitan yang mengkilap dicitrakan oleh ambisi orang tua. Atau sebuah pintu privalage yang dibuka oleh pamannya. Tetapi anak muda yang matang hasil kelahi sendiri dengan zaman, sanggup mengungguli setiap rintang sendirian, mencapai puncak dengan kemampuan, kecerdasan dan kreativitasnya sendiri.

Pada seminar Kebudayaan yang diselenggarakan Kemenristekdikbud , di Hotel Horison, 2021, Ketua Dewan Kesenian Kota Tasikmala, Bode Riswandi mengatakan, “bahwa masa depan kebudayan manusia berada di tangan anak muda!” Ujarnya.

Selaras juga dengan kesimpulan Dr. Agnes Setyowati, Universitas Pakuan Bogor mengatakan bahwa, “masa depan kebudayaan Nusantara dalam genggaman generasi muda.”

Barang kali bukan sekedar halusinasi, jika mencoba mengkreasi anak muda menjadi tokoh penting bagi penentu perubahan dan kemajuan di Kota Tasikmalaya.

Selamat datang, anak muda!

Tasikmalaya, 15 Juni 2024.
Penulis adalah penyair.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *