Manusia Muhammad: Catatan Kecil, Menyibak Kerinduan

MANUSIA MUHAMMAD

Catatan Kecil, Menyibak Kerinduan

Bacaan Lainnya

Mukadimah Edisi 95

Muhammad, manusia yang lahir di tengah gurun pasir tandus Jazirah Arab lebih dari 1400 tahun yang lalu, tepatnya pada hari Senin 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah. Ayahnya bernama Abdullah dan Ibunya Siti Aminah. Beliau bukanlah manusia biasa. Beliau bukan seorang raja yang hidup di istana megah, bukan pula seorang filsuf atau akademisi jebolan dari perguruan tinggi termasyhur. Muhammad adalah seorang anak yatim piatu yang hidup mandiri, berdaulat dan sederhana, terdidik oleh alam kerasnya Makkah, namun terpilih sebagai utusan Allah untuk mengubah sejarah umat manusia di dunia.

Sebagai seorang manusia, Muhammad memiliki karakter yang luar biasa. Ia adalah seorang yang jujur, dapat dipercaya, selalu menjaga kehormatan dirinya dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia, bahkan karakter itu hadir sebelum ia diangkat menjadi Nabi dan Rasul terakhir. Kejujuran Muhammad sudah dikenal jauh sebelum wahyu pertama turun kepadanya, sehingga ia digelari Al-Amin – yang terpercaya bagi masyarakat Makkah yang pada saat itu diliputi kebodohan karena kesombongan intelektual, kekerasan, dan penindasan karena ambisi kekuasaan dan materialistik. Sosok Muhammad adalah oase moral di tengah gurun yang gersang dan pancaran cahaya ditengah kegelapan tingkah laku manusia.

Esensi kemuliaan Muhammad bukan hanya terletak pada sifat-sifat manusiawinya. Sebagai seorang Rasul, beliau membawa wahyu dari Allah yang mengajarkan ketauhidan, keadilan, kemandirian, kedaulatan kasih sayang, dan perdamaian. Muhammad bukan hanya menyampaikan ajaran agama, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga nilai ajaran dari bimbingan Wahyu itu menjadi hujjah – pedoman hidup manusia karena hadir tersaksikan oleh orang orang sebagai realitas kehidupan dari kemuliaan akhlaknya. Ia adalah contoh nyata bagaimana menjadi manusia yang paripurna; yang mencintai sesama, menghormati perempuan, memerdekakan budak, serta membangun peradaban yang berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan universal.

Dalam setiap tindakan dan keputusan, Muhammad selalu menempatkan kemaslahatan umat di atas segalanya. Ketika beliau mendirikan masyarakat Madinah, beliau membangun sistem pemerintahan yang inklusif, di mana setiap golongan—baik Muslim maupun non-Muslim—mendapatkan hak dan perlindungan yang sama. Piagam Madinah yang beliau rancang dan konsolidasikan bersama lewat musyawarah antar kepala suku, menjadi bukti bahwa Muhammad adalah pemimpin yang visioner, yang mampu mengharmonisasikan perbedaan dalam satu masyarakat yang beragam.

Tetapi, di balik semua kemuliaan itu, Muhammad tetaplah seorang manusia. Beliau makan, minum, tidur, bekerja, serta merasakan kesedihan dan kegembiraan sebagaimana manusia pada umumnya. Muhammad merasakan kehilangan saat anak-anaknya wafat, merasakan lelah saat berperang, dan merasakan kebahagiaan saat melihat umatnya bersatu dalam kebaikan. Hal ini menunjukkan bahwa meski diutus sebagai nabi, Muhammad tidak pernah melepaskan kodrat kemanusiaannya. Justru, dalam kemanusiaannya itulah kita menemukan contoh yang paling dekat dan paling nyata tentang bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya.

Muhammad adalah sosok yang selalu rendah hati. Meski menjadi pemimpin besar, beliau tidak pernah mencari kemewahan dunia. Rumah beliau sederhana, pakaiannya tidak mewah, dan beliau tidak pernah meninggikan diri dihadapan siapa pun. Ketika umatnya datang kepadanya, Muhammad selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa membedakan status sosial mereka. Inilah diantara potret kemuliaan kepribadian Muhammad sebagai manusia; beliau menunjukkan bahwa kekuatan seorang pemimpin terletak pada sikap rendah hati, bukan pada kekuasaan atau harta benda.

Dalam konteks kekinian, keteladanan Muhammad menjadi sangat relevan. Di tengah dunia yang semakin terfragmentasi oleh konflik, kebencian dan ketidakadilan, terpolarisasi oleh menomorsatukan hasrat ambisi kekuasaan. Ajaran dan contoh kehidupan Muhammad adalah cahaya pencerahan. Muhammad mengajarkan pentingnya perdamaian dan dialog antarumat beragama, hal yang sangat kita butuhkan dalam upaya membangun masyarakat global yang damai dan berkeadilan.

Muhammad juga memberikan pelajaran penting tentang pentingnya kesederhanaan dalam hidup. Di era modern yang seringkali diwarnai oleh materialisme dan konsumsi berlebihan, kehidupan Muhammad yang bersahaja mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda, tetapi pada ketenangan jiwa dan keberkahan hidup yang terbukti dalam berbuat kebaikan dan kebermanfaatan kepada sesama.

Akhirnya, sebagai manusia, Muhammad mengajarkan bahwa tugas kita di dunia ini adalah untuk menjadi rahmat bagi semesta. Beliau adalah rahmatan lil ‘alamin, penebar kasih sayang bagi seluruh alam, dan kita sebagai pengikutnya diharapkan mampu melanjutkan misi tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan meneladani Muhammad, kita diajak untuk menjadi manusia yang lebih baik—manusia yang mandiri, berdaulat, penuh kasih sayang, keadilan, dan perdamaian. Karena, pada akhirnya, kemuliaan seorang manusia tidak dinilai dan diukur dari apa yang ia capai dalam bentuk materil, tetapi dari seberapa besar nilai kebaikan dan kebermanfaatan yang ia berikan kepada lingkungan di sekitarnya.

Muhammad, manusia mulia, adalah teladan sempurna bagi umat manusia sepanjang zaman.

Allahumma Sholli Wasallim Wabaarik ‘Ala Sayyidinaa Muhammad, Wa ‘Ala Ali Sayyidinaa Muhammad.

 

Lingkar Daulat Malaya

September 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *