Oleh : Euis Jamilah, S.Pd. (Guru Kelas 5 SDN 3 Cibunigeulis)
Pendidikan untuk mengembangkan karakter atau character education pada zaman sekarang sangat tepat untuk mengatasi krisis moral yang sedang eksis di mana-mana termasuk negara Indonesia. Krisis moral tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, kekerasan, pelecehan seksual, kejahatan-kejahatan, pencurian, penculikan, penyalahgunaan obat-obatan dan narkoba, pornografi, dan perusakan hak milik orang lain, sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat teratasi dengan tuntas.
Krisis moral yang melanda masyarakat Indonesia mengindikasikan bahwa pendidikan karakter yang diajarkan pada bangku sekolah sampai perguruan tinggi kurang begitu kuat sehingga berdampak terhadap perubahan perilaku manusia. Bahkan yang terlihat, masih banyak manusia yang tidak konsisten antara ucapan dan tindakannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari kurangnya ketegasan terhadap pembelajaran karakter di dunia pendidikan.
Menurut Noddings dalam Nucci & Narvaez (2008, 161-174) menyatakan “If we would teach the young to be moral persons, we must demonstrate moral behavior for them. From the care perspective, we must show what it means to care.” Hal ini berarti dalam mengajarkan seseorang untuk bermoral, guru harus lebih dulu mencontohkan atau menjadi model dalam menunjukkan kebiasaan bermoral kepada peserta didik. Misalnya guru harus menunjukkan makna dari peduli melalui tindakan dan perbuatannya. Sebelum mengajarkan karakter kepada peserta didik, seorang guru harus memiliki karakter baik terlebih dahulu. Hal ini merupakan langkah yang tepat untuk mengambarkan bagaimana kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula. Hal tersebut sejalan dengan Lickona (2013), bahwa karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior).
Berdasarkan persoalan di atas, peran seorang guru dalam perihal mendidik peserta didiknya harus dilandasi dengan pondasi-pondasi yang kuat paham terhadap kode etik seorang guru dan menjalankan ke-empat kompetensi guru, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Peran Seorang Guru dalam Mendidik
Peran seorang guru dalam mendidik harus memiliki karakter yang dirindukan para peserta didiknya. Seorang guru juga harus memiliki keperibadian yang terkesan baik dilihat dan dirasakan oleh peserta didiknya. Karakter yang baik menurut Sudrajat (2011) berkaitan dengan mengetahui yang baik (knowing the good), mencintai yang baik (loving the good), dan melakukan yang baik (acting the good). Ketiga hal tersebut sangat berkaitan dan berkesinambungan dalam pola-pola kehidupan. Karakter seorang guru yang baik akan terbentuk karena tebiasa melihat dan melakukan hal-hal yang baik. Guru yang memiliki kebiasaan untuk mengetahui yang baik akan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain dalam membentuk karakter pribadi yang mulia. Guru yang selalu menyukai dan mencintai kebaikan akan terbiasa untuk melakukan kegiatan yang lebih positif.
Dalam Nucci & Narvaez (Noddings, 2008: 168) dalam penjelasanya tentang model dalam pendidikan moral, dapat dilakukan melalui empat komponen yaitu: modeling, dialouge, practice, dan confirmation. Seorang guru harus bisa menjadi model dalam setiap tindakan serta perilakunya dalam mendidik moral kepada peserta didiknya. Peserta didik akan tahu, melihat, mendengar bagaimana sikap dari tindakan gurunya dalam memberikan pengajaran dan bimbingannya. Peserta didik dapat meniru figure dari gurunya seerta melakukan tindakan-tindakan positif untuk dilakukan. Dalam penyampaian pendidikan moral kepada peserta didik juga diperlukan sebuah dialog yang mudah dimengerti serta komunikatif, saling terbuka dan jujur supaya peserta didik dapat menilai bahwa moral sangat berfungsi dalam berkehidupan.
Maka, seorang guru yang berkarakter akan memiliki hati yang lapang dan sabar serta pendengar setia bagi peserta didiknya dalam menyampaikan curhatnya, pendapatnya, keluh kesahnya, dan lain-lain. Guru yang berkarakter jujur dan terbuka adalah guru yang bisa mendalami siswanya yang memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda-beda, mau mendengarkan dan menjadi sahabat terbaik sehingga menjadi dambaan para peserta didik.
Guru merupakan jembatan bagi peserta didiknya dalam memperoleh ilmu dan contoh dalam bersikap dan berperilaku. Guru bisa menunjukkan jalan yang benar, ataupun bisa saja menunjukan jalan yang salah pada peserta didik dalam membimbing siswa menjadi manusia yang berkarakter. Maka secara peran seorang guru harus memiliki kemampuan mengenal diri, mendidik diri sendiri melalui aktivitasnya dalam mendidik peserta didik. Guru yang berkarakter adalah guru yang memiliki pribadi yang baik dan menjadi suri tauladan terhadap peserta didiknya, terbuka dan saling mengerti baik guru ataupun peserta didik dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan.
Daftar Pustaka :
Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter?, Jurnal Pendidikan Karakter, 1(1).
Lickona, Thomas. (2013). Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Nucci, LarryP. & Narvaez, Darcia. Eds. 2008. Handbook of moral and character education. New York and London: Routledge Taylon & Francis Group.
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.