Sebuah catatan kecil dari saya yang bukan siapa siapa. Semoga bermanfaat!
Penulis: A. Heru Sujud, S.Pd (Guru SDN 2 Cibunigeulis Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya)
Saya selalu suka penggalan lirik lagu dari Dzwin Nur yang berjudul di Balik Tawa. Ada penggalan lirik yang bermakna dalam bagi saya, “bekerja membuat orang tertawa di saat kumenangis”. Ini bukan tentang lagi patah hati, ini jauh lebih dalam dari itu, ini tentang manifulasi diri. Lebih kejam dari pembunuhan karena yang dibunuh adalah motivasi dalam diri kita sendiri.
Ya benar sekali, tidak sedang salah membaca tulisan. Kita terlalu terbiasa untuk berpura pura tertawa terhadap sesuatu yang harusnya kita tangisi. Sebagai guru banyak bagian dari kekurang mampuan mengajar kita yang ditutupi dengan tawa. Saat guru lain mampu mencapai presatsi yang gemilang kita hanya bisa berpura pura tertawa tidak tertarik untuk mengikuti jejaknya. Ya hanya dengan tertawa kita menyembunyikan diri dari keinginan untuk maju. hal yang seharusnya kita tangisi karena sesuguhnya saat kita diam dan tak ingin, hakikatnya kita sedang menunggu tergilas zaman.
Tak perlu kajian teoritis hanya untuk memahami bahwa banyak dari kita yang tersebut sebagai seorang guru namun entah karena ego atau keengganan memilih diam dan tak ingin maju ke depan. Selalu menyembunyikan dalam sekedar senyum tipis atau bahkan disembunyikan dalam sebuah tawa renyah. Padahal sejatinya andai kita meneilisik lebih dalam makna filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang mengamanatkan kita untuk menididik anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman maka bisa dipastikan kemauan untuk maju adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakan.
Sekali lagi ini bukan tentang sesuatu yang dapat diukur empiris maupaun teoritis karena nyatanya mulut kita, hati kita dan pikiran kita sudah terbiasa memanipulasi diri dan menutupi dengan senyum yang selanjutnya dialirkan dalam kantung-kantung egoisme untuk mendalilkan dan mentasbihkan bahwa kita sudah cukup layak dan pantas untuk mengajar. Tak perlu upgrade skill yang mumpuni cukup dengan tersenyum dan berkata bahwa saya sudah cukup layak dengan kemampuan ini maka seketika itu sirnalah sudah keinginan untuk maju dan berkembang.
Rongga-rongga dan arena diskusi pemikiran menjadi sepi karena keengganan untuk kita berubah. Wadah-wadah yang disediakn selayak kelompok kerja guru maupun aneka pelatihan tak lagi menarik dan seksi untuk ditapaki atau sekedar digauli. Sekali lagi kita menutupi segala keengganan untuk maju dan berkembang dengngan senyuman dan diakhiri dengan kalimat bagéan batureun (Bahasa Sunda) yang artinya giliran orang lain. Tidaklah ada yang salah dengan kalimat dan senyuman itu, yang salah adalah bahwa kita menyadari dengan sepenuhnya kita harus maju dan menyesuaikan dengan keadaan zaman, namun kita tetap teguh pada pendirian bahwa kita enggan melakukannya.
“Inginku maki diriku ini yang menangis didalam tawa” lanjutan dari lirik yang disajikan komika Dzawin Nur ini menggambarkan bahwa prilaku kita bersembunyi dari “kewajiban kita untuk mengembangkan diri” dengan berlindung dibalik tawa adalah suatu hal yang layak “dimaki”. Tak perlu memaki orang lain karena kenyataannya jiwa kerdil kita yang tak ingin menyelaraskan kemampuan kita dengan zaman sebagimana amanah filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah orang pertama yang layak dimaki.
Doa saya disepertiga malam setelah saya mendengar lirik “kejam” lagu milik Dzawin adalah semoga Alloh Swt menjadikan saya, maupun guru-guru yang lain kedepan tidak lagi termasuk ke dalam guru yang selalu bersembunyi di balik senyum saat diminta untuk meningkatkan kemampuannya.
Semoga kelak ruang-ruang untuk mematikan egoisme dan mengkanibalisme jiwa kerdil selayak Kelompok Kerja Guru (KKG) mampu kembali menggeliat dan menjadikan lagi guru yang mampu menjalankan apa yang menjadi filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Semoga seluruh guru di Indonesia selalu diberikan kesehatan dan rezeki yang berlimpah agar senyum untuk menutupi keengganan meningkatkan kemampuan berganti dengan senyum yang memperlihatkan bahwa kami guru yang layak mencetak masa depan bangsa ini. Semoga!. ***