Ciamis – ruangatas.com | Upacara Adat Nyangku, yang merupakan pembersihan benda pusaka peninggalan leluhur, kembali digelar dengan meriah di Lapangan Borosngora, Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Senin (30/9/2024).
Acara ini ternyata menarik banyak perhatian masyarakat, yang berbondong-bondong memadati lapangan untuk menyaksikan prosesi sakral ini.
Pj Bupati Ciamis, Engkus Sutisna, yang turut hadir dalam upacara, menekankan bahwa Tatar Galuh Ciamis memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.
“Kita punya banyak warisan budaya, baik yang berwujud benda maupun tak benda, yang harus kita lestarikan,” ujarnya.
Engkus menegaskan, “Dari situs cagar budaya hingga seni tradisional dan kontemporer, semua itu adalah bagian dari identitas kita,” terangnya.
Engkus juga mengungkapkan bahwa tradisi Nyangku bukan hanya sekadar ritual, melainkan juga merupakan cara untuk memperkuat jati diri dan melestarikan tradisi lokal.
“Alhamdulillah, tahun ini upacara Nyangku dapat berlangsung dengan baik, tetap menjaga kesehatan dan silaturahmi antar warga yang mencintai budayanya,” tambahnya.
Pemangku Adat sekaligus Penanggungjawab Kesakralan Yayasan Borosngora, Rd. Agus Gunawan Cakradinata, menjelaskan bahwa tradisi Nyangku memiliki akar kuat dalam sejarah dan budaya masyarakat Panjalu.
“Selain pedang, ada juga cenderamata lain seperti kain ihram, sorban, dan seperangkat pakaian,” katanya.
Puncak acara Nyangku ditandai dengan pencucian pedang yang dilakukan tepat sebelum adzan Dzuhur. Namun, bukan hanya pedang yang dibersihkan, benda pusaka lain pun sama, seperti tongkat komando, keris emas, dan keris Niscala Wastu Kencana juga turut dijamas sebagai simbol kebesaran Pajajaran.
Proses ini merupakan bagian dari ritual yang diawali dengan arak-arakan pusaka dan ziarah di danau.
Tradisi Nyangku ini sudah dimulai tiga bulan sebelumnya dengan pengumpulan air tirta Kahuripan dari 52 mata air karomah, termasuk 11 mata air dari Gunung Salak yang dianggap memiliki kekuatan spiritual.
Agus menekankan bahwa makna utama Nyangku adalah bentuk rasa syukur kepada leluhur, terutama Prabu Boros Ngora, yang berperan dalam menyebarkan ajaran Islam.
“Dengan merawat peninggalan-peninggalan ini, kita berterima kasih kepada leluhur atas warisan tak ternilai yang mereka tinggalkan,” pungkasnya. ***