Teknik Pemodelan Untuk Menignkatkan Kemampuan Siswa Pada Pembelajaran Parafrase puisi

Penulis: Imas Siti Saharah, S.Pd. (Guru SDN Cikalang Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya)

Pada hakekatnya pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa. Guru dituntut mampu memotivasi siswa agar mereka dapat meningkatkan kemampuan menulis terhadap karya sastra, karena dengan mempelajari sastra siswa diharapkan dapat menarik berbagai manfaat dari kehidupannya. Maka dari itu, seorang guru harus dapat mengarahkan siswa memiliki karya sastra yang sesuai dengan minat dan kematangan jiwa mereka. Berbagai upaya dapat dilakukan salah satunya dengan memberikan tugas untuk membuat karya sastra yaitu mengubah puisi menjadi prosa.

Bacaan Lainnya

Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif, artinya kemampuan yang menghasilkan tulisan. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan manusia. Dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.

Keterampilan mengubah puisi menjadi prosa perlu ditanamkan kepada siswa sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk mengapresiasikan puisi dengan baik. Mengapresiasikan sebuah puisi bukan hanya ditujukan untuk penghayatan dan pemahaman puisi, melainkan berpengaruh mempertajam terhadap kepekaan perasaan, penalaran, serta kepekaan anak terhadap masalah kemanusiaan. Kemampuan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor penting dalam proses pembelajaran mengubah puisi menjadi prosa. Dalam hal ini adalah kemampuan siswa dalam mengubah puisi menjadi prosa yang berdasarkan atas rangsangan visual, yaitu dengan menyajikan media gambar tunggal.

Penglaman penulis pada pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VI SDN 2 Ciklang Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya, khususnya mengubah puisi menjadi prosa mengalami masalah-masalah sebagai berikut:

  1. Siswa mengalami kesulitan menemukan ide.
  2. Siswa kesulitan menentukankata-kata pertama dalam puisinya.
  3. Siswa mengalami kesulitan dalam mengembangkan ide puisi karena minimnya kosa kata.
  4. Siswa kesulitan mengubah puisi menjadi prosa karena tidak atau belum terbiasa mengemukakan perasaan, pemikiran dan imajinasinya dalam puisi.

Masalah-masalah di atas muncul karena pembelajaran menulis puisi masih didomiasi guru dengan menggunakan metode ceramah yang monoton, sehingga siswa lebih banyak menerima teori puisi bukan praktik menulis puisi. Kemudian, siswa belum diberi bimbingan dalam mengubah puisi menjadi prosa secara utuh, runtut dan bertahap, padahal pembelajaran mengubah puisi menjadi prosa merupakan sebuah proses dan juga sebagai sebuah produk.

Memperhatikan kondisi pembelajaran mengubah puisi menjadi prosa, dan dari berbagai pemikiran sebagaimana diuraikan di atas dipandang perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran mengubah puisi menjadi prosa. Hal itu didasari dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan mengubah puisi menjadi prosa, maka realisasi proses pembelajaran di kelas harus berusaha mengubah paradigma atau kesan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya mengubah puisi menjadi prosa adalah pembelajaran yang sulit dan membosankan, menjadi pembelajaran yang menyenangkan.

Salah satu meetode yang dilakukan penulis untuk memperbaiki masalah di atas, adalah dengan menggunakan metode pemodelan. Model pembelajaran ini adalah teknik memotivasi siswa pada parafrase puisi dengan mengamati, dan mencontoh puisi-puisi yang ditulis oleh siswa-siswa lain atau teman sebaya. Artinya, puisi-puisi yang ditulis oleh teman dapat dijadikan model untuk diparafrasekan. Pembuat puisi tentu paham dari maksud puisi tersebut, jadi teknik pemodelan adalah teknik antara penulis dan pembuat puisi. Dengan adanya tanya jawab tersebut maka pembendaharaan kata dan pengetahuan siswa terhadap makna puisi bertambah, dengan demikian mereka bisa lebih mudah untuk menangkap makna puisi yang mereka baca.

Teknik pemodelan cukup berhasil, dari pengalaman penulis terdapat dua manfaat yang diperoleh, yaitu siswa yang menjadi model termotivasi untuk berkarya membuat puisi, dan siswa lainnya juga termotivasi untuk mengungkap makna sebuah puisi. Pengalaman pemodelan tersebut memberi pengalaman berharga siswa dalam mempelajari puisi dan memparafrasekannya.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *