Strategi Pembelajaran Mencapai Empat Pilar Pendidikan

Penulis : Yuni Weninggalih, S.Pd. (Guru SDN Argasari Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya)

Strategi pendidikan merupakan pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor untuk mengamankan sasaran kependidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasionalisasi.

Bacaan Lainnya

Berperan sebagai “Guru” berarti juga mengambil peran sebagai pemimpin (leader) di kelas. Di depan kita hendaknya bisa memberi arah (vision setting) dan  teladan (ingarso sung tulodo) dapat diartikan di depan, sung (lngsun) yang artinya saya, dan kata tulodo yang artinya tauladan. Dengan demikian arti dari semboyan ki Hadjar Dewantara ini adalah ketika menjadi pemimpin atau seorang guru harus dapat memberikan suri tauladan untuk semua orang yang ada disekitarnya. Guru di depan harus mampu menjadi contoh bagi anak didiknya, baik sikap maupun pola pikirnya.

Di tengah-tengah peserta didik, kita harus mampu mendorong dan memberi semangat agar bisa berpikir kritis, berkomunikasi dan berkolaborasi dengan rekan. Untuk memahami materi pelajaran (ing madya mangun karso) dari asal katanya Ing Madyo Mbangun Karso berasal dari kata Ing Madyo yang diartikan di tengah-tengah. Mbangun yang memiliki arti membangkitkan dan karso yang memiliki arti bentuk kemauan atau niat. Dengan demikian makna dari semboyan Ki Hadjar Dewantara yang kedua ini adalah seorang guru di tengah-tengah kesibukannya diharapkan dapat membangkitkan semangat terhadap peserta didiknya.

Dan akhirnya, melepas namun tetap memonitor peserta didik untuk mandiri, menyediakan ruang berpikir serta berkreasi secara merdeka (tut wuri handayani) artinya dari belakang (tut wuri), berupaya penuh member dorongan dan arahan (handayani). Dengan maksud bahwa sebagai seorang guru dari belakang berupaya penuh memberikan dorongan dan arahan kepada muridnya. Di belakang memberi dorongan moral. Seorang guru adalah orang yang lebih pandai, lebih tahu saat membimbing orang lainnya dan harus bersikap sebagai among. Pengemong / pengasuh, jadi yang menjadi fokus adalah yang diasuh. Karena itu saat yang di asuh merasa lemah, merasa tidak mampu, pengemong akan maju memberi dorongan semangat, dukungan moral. Dengan kata-kata, dengan sikap perbuatan.

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to live together, dan (4) learning to be.

Keempat pilar tersebut secara sinergi membentuk dan membangun pola pikir pendidikan di Indonesia.

Learning to know. Pilar pertama ini memeliki arti bahwa para peserta didik dianjurkan untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melalui pengalaman-pengalaman. Hal ini akan dapat memicu munculnya sikap kritis dan semangat belajar peserta didik meningkat. Dalam rangka merealisasikan learning to know, tenaga pendidik seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator yang dapat menuntun atau mengarahkan para peserta didik dalam memecahkan suatu masalahnya. Mengajarkan tentang live long of education atau yang disebut dengan belajar sepanjang hayat. Arti pendidikan sepanjang hayat (long life education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya (Suprijanto, 2008: 4).

Learning to do. Setelah peserta didik memperoleh pengetahuan dan wawasan yang cukup, kini saatnya menerapkan ke dalam aktivitas kerja. Belajar untuk melakukan meliputi kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, keterampilan sosial untuk membangun hubungan interpersonal, kemampuan beradaptasi dengan perubahan dalam dunia kerja dan kehidupan sosial, kemampuan mentransformasikan pengetahuan menjadi inovasi dan kesiapan mengambil risiko serta menyelesaikan dan mengelola konflik. Learn to do mendorong peserta didik untuk berani tampil dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Pengetahuan yang dipelajari dalam learn to know diharapkan memberikan bekal yang memadai.

Learning to live together. Wawasan dan praktik yang sudah memadai pun belum cukup jika tidak dibarengi dengan pemahaman tentang diri sendiri dan keragaman antar umat manusia. Karenanya muncullah sikap empati, perilaku sosial yang kooperatif, dan menghormati orang lain. Menanamkan kesadaran kepada para peserta didik bahwa mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat. Dengan makin beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan sikap untuk dapat hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan di sekolah. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari proses pembelajaran, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat.

Learning to be. Pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita-citakan. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft skill dan hard skill) merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri dapat diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *