Jakarta – RA | Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dan Jemaah Masjid Baitut Tholibin, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan salat Iduladha dan pemotongan hewan kurban, 29 Juni 2023.
Tema Iduladha tahun 1444 hijriah ini adalah “Kurban sebagai Momentum Peningkatan Kehidupan Beragama yang Moderat di Lingkungan Pendidikan Indonesia”.
Tahun ini panitia kurban menerima 16 sapi dan 8 kambing untuk disembelih dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat yang berhak.
Staf Ahli Bidang hubungan Lembaga dan Masyarakat, Muhammad Adlin Sila menggarisbawahi pentingnya masyarakat mengingat kembali makna dari perayaan kurban di mana manusia mengorbankan kecintaaannya kepada dunia untuk tunduk pada perintah dan kekuasaan Allah SWT.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa momentum Iduladha menurut Adlin perlu menjadi pegangan bagi generasi muda khususnya untuk menguatkan karakter yang berakar dari Profil Pelajar Pancasila. “Momen Iduladha menjadi pemantik kita untuk mengurangi ego sebagai manusia yang masih muncul dalam dunia pendidikan kita sehingga menjadi pemicu munculnya intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan,” tuturnya sesaat setelah menunaikan salat Iduladha berjemaah di Masjid Baitut Tholibin, Jakarta, Kamis (29/6/2023).
“Kita tidak boleh semena-mena terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan karena pada akhirnya dalam hidup ini sebagai manusia kita hanya berharap ridho Allah SWT,” imbuhnya.
Bertindak sebagai imam salat Iduladha adalah Muhammad Salman, S. Ag. Sedangkan khotib yaitu Dr. K. H. M. Hanafi, L.c., M. A. Dalam ceramahnya, K. H. Hanafi menyinggung tentang hikmah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT yang melebihi segala kecintaan terhadap dunia.
K. H. Hanafi mengatakan bahwa salah satu pesan penting dalam moderasi beragama adalah menjaga keselamatan jiwa (hifz al-nafs). Artinya, cara pandang, sikap, dan praktik beragama moderat implementasinya adalah selalu mengutamakan keselamatan jiwa. Di dalam satuan pendidikan, kita perlu menghadirkan moderasi beragama dengan menanamkan nilai-nilai agama dan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“Dunia pendidikan yang moderat adalah yang terbebas dari berbagai tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya,” sebutnya.
Selain itu, pelajaran lain yang dapat diambil dari peristiwa kurban adalah sikap Nabi Ibrahim yang berkehendak menyembelih Ismail atas dasar perintah wahyu Allah yang menunjukkan bahwa tidak ada yang ‘mahal’ untuk dikurbankan ketika datang panggilan Illahi (perintah Allah SWT).
“Melalui kurban kita mempersembahkan infak terbaik. Itulah pengorbanan dan kebaktian sejati, sebab pada hakikatnya, semua yang kita miliki adalah milik Allah,” jelas Hanafi.
Menurutnya, dalam banyak peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim, objek pengorbanan yang sesungguhnya bukanlah manusia maupun nilai-nilai kemanusiaan. Melainkan binatang dan sifat kebinatangan yang bersemai dalam diri manusia. Seperti rakus, ingin menang sendiri, mengabaikan norma dan etika. “Itulah yang harus dibuang jauh-jauh,” ujar Hanafi.
Pengorbanan Nabi Ibrahim, istri, dan anaknya kata Hanafi, mengajarkan kepada kita bahwa berkurban adalah cerminan dari seorang manusia yang mengalahkan ego pribadinya untuk kepentingan orang lain karena kita tidak bisa berkembang engan cara mengorbankan (hak) orang lain.
Lebih lanjut ia berpesan agar dunia pendidikan harus mampu melahirkan manusia-manusia yang cerdas emosi dan spiritualnya, bukan hanya cerdas intelektualnya. “Semangat rela berkorban perlu ditanamkan dalam diri anak-anak kita sehingga mereka memiliki sikap welas asih, empati, dan peduli kepada sesama,” pungkasnya. (***)
Sumber: Kemendikbudristek
Denty, Editor Seno