Patron Pendidikan Dasar di Polandia: Semua Sekolah Memiliki Kualitas yang Sama

Ruangatas.com | Di Polandia, siswa kelas 1—3 SD menjalani apa yang disebut dengan pendidikan anak usia dini. Mata pelajaran di sekolah dasar tidak berlaku sampai kelas empat. Di Negeri Elang Putih ini sistem pendidikan berubah pada tahun 2019, dan sekarang sekolah dasar berlangsung selama 8 tahun, sebelumnya 6 tahun. Mata pelajaran yang diajarkan antara lain; bahasa Polandia, bahasa asing, biologi, matematika, sejarah, kimia, ilmu komputer, seni rupa, pendidikan jasmani, musik, dll. Sebelum tahun 2019, sistem pendidikan di Polandia terlihat mirip dengan sistem pendidikan di Indonesia. Ada dua pendapat ekstrem tentang apakah perlu mengubahnya. Saya pribadi tidak memiliki pendapat tertentu. Saya masih bersekolah ketika sistem ini masih berlaku: 6 tahun sekolah dasar, 3 tahun sekolah menengah pertama, dan 3 tahun sekolah menengah atas dan itu cocok untuk saya.

Untuk mengingat masa sekolah, sudah lama sekali sejak saya belajar di sekolah dasar. Saat itu, zaman sangat berbeda. Kami tidak memiliki ponsel dan akses ke internet sangat terbatas. Kami hanya mencari sumber-sumber akademis di buku ensiklopedia di perpustakaan dan di situlah kami menghabiskan waktu kami sepulang sekolah. Kami mengerjakan pekerjaan rumah kami sendiri atau dengan bantuan orang tua kami, tanpa unduhan atau makalah siap pakai, seperti yang terjadi saat ini. Saat ini, akses cepat ke internet memberikan siswa peluang yang tak terukur untuk berkembang, yang juga memiliki sisi negatifnya. Kerap kali, teknologi digunakan dengan cara yang berlebihan, misalnya menggunakan kecerdasan buatan untuk melakukan tugas-tugas kita. Ini adalah tantangan baru yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan.

Bacaan Lainnya

Saya selalu mengatakan bahwa saya sangat senang dibesarkan di tahun 90-an. Karena itu, adalah masa-masa terakhir ketika teknologi belum memberikan dampak yang begitu besar pada masyarakat, terutama pada generasi muda. Bagi saya pribadi, duduk di rumah adalah sebuah hukuman karena, seperti semua orang seusia saya pada masa itu, saya senang menghabiskan waktu di halaman belakang rumah, bermain berbagai permainan, berlari dan melompat. Kegiatan rekreasi seperti itu sangat membantu dalam pembelajaran dan kreativitas. Saat ini, banyak hal telah berubah—sebagian besar anak-anak lebih suka menghabiskan waktu mereka di depan layar, baik itu tablet atau ponsel, dan inilah cara mereka menghilangkan stres setelah seharian di sekolah. Hal ini memiliki pro dan kontra. Namun, menurut saya, kerugiannya lebih banyak. Hal ini terutama memengaruhi jiwa anak-anak. Semakin banyak anak-anak dan remaja di Polandia, dan juga di seluruh dunia, yang mengalami masalah mental, termasuk depresi, kecemasan, dan gangguan lainnya. Ini adalah masalah serius yang tidak boleh kita abaikan.

Pekerjaan Sekolah Dibawa ke Rumah

Ya, siswa diberikan tugas dari sekolah untuk dikerjakan di rumah. Namun, hal ini mungkin akan berubah dalam waktu dekat. Kementerian Pendidikan tengah mempersiapkan rancangan peraturan yang melarang pekerjaan rumah di sekolah dasar kelas I—III. Hal ini menyangkut pekerjaan rumah praktis yang diberikan kepada siswa di luar jam pelajaran. Pekerjaan rumah di kelas IV—VIII baru akan diizinkan, tetapi tidak akan dinilai. Seperti yang Anda lihat, dunia modern berubah dengan cepat.

Kaca Mata Pribadi tentang Pendidikan Indonesia

Secara pribadi, saya menyukai kenyataan bahwa sebagian besar sekolah di Indonesia masih memiliki pelajaran dalam bahasa daerah, seperti bahasa Jawa dan Bali. Menurut saya, sangat penting untuk menjaga budaya dan tradisi lokal tetap hidup. Saya rasa satu-satunya pengecualian adalah di Jakarta, di mana bahasa Inggris dan Mandarin menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah dan para siswa tidak berbicara dalam bahasa lokal. Saya baru saja mengajar di beberapa sekolah dasar di Jakarta selama satu semester dan saya melihat aspek ini dengan sangat cepat. Saya juga memperhatikan bahwa terlepas dari daerah di Indonesia, ada lebih banyak penekanan pada pembelajaran bahasa Inggris. Namun, sebagian besar siswa masih malu untuk berbicara dalam bahasa Inggris karena kesalahan mereka ditertawakan oleh teman-temannya. Saya pikir ini adalah masalah serius yang mengarah pada penarikan diri siswa dan kemudian siswa dan kemudian orang dewasa. Peran guru seharusnya membuat siswa sadar bahwa membuat kesalahan adalah hal yang wajar, terutama dalam hal belajar bahasa. Mengucapkan kalimat dengan kata kerja yang salah juga tidak penting. Yang penting adalah mencoba, berlatih, dan yang terpenting, berbicara. Dan keyakinan ini harus ditanamkan pada siswa sejak usia dini.

Yang Mencolok dari Pendidikan Dasar di Indonesia dan Polandia

Berdasarkan pengalaman saya mengajar di sebuah sekolah dasar di Jakarta, misalnya, saya melihat bahwa rentang mata pelajaran di Indonesia dan Polandia serupa. Perbedaan yang saya perhatikan dalam sistem pendidikan di kedua negara ini terutama adalah budaya. Sebagai contoh, di Indonesia, agama sangat penting di sekolah. Siswa berdoa sebelum pelajaran, tapi tidak demikian halnya di Polandia. Pelajaran agama di Polandia bersifat opsional. Orang tua dapat menyekolahkan anaknya ke kelas tersebut jika mereka menginginkannya. Ada juga perbedaan lain, misalnya dalam hal pemakaian seragam. Di Polandia, seragam hanya diwajibkan di sekolah swasta yang jumlahnya lebih sedikit dari sekolah umum. Di sisi lain, seragam di sekolah-sekolah di Indonesia bersifat wajib.

Pelajaran di sekolah-sekolah Polandia dimulai pada pukul 08:00 dan ini juga merupakan perbedaan yang saya perhatikan antara Indonesia dan Polandia. Di Indonesia, pelajaran biasanya dimulai pada pukul 07:00, bahkan terkadang lebih awal. Saya rasa ini juga berkaitan dengan zona waktu dan iklim yang berbeda. Di negara kami, pada musim dingin, bahkan pada jam 8 pagi hari masih cukup gelap di luar. Di Indonesia, matahari terbit lebih cepat, jadi hari juga dimulai lebih awal.

Penggunaan layar atau teknologi secara luas sudah menjadi hal yang universal dan menjadi hal yang pokok di dunia modern saat ini, termasuk di institusi pendidikan. Namun perbedaan unik yang langsung menarik perhatian saya adalah jumlah guru yang lebih banyak di Indonesia. Yang saya maksud adalah jumlah guru per sekolah. Di Polandia jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, para guru juga sering mogok mengajar untuk menuntut gaji yang lebih tinggi.

Di Polandia, seperti halnya di negara lain, ada sekolah-sekolah yang memiliki prestise lebih, misalnya karena hasil ujian atau prestasi siswa dalam berbagai kompetisi, tetapi secara umum tingkat pendidikan di sekolah-sekolah cukup mirip dan seragam.

Pada penelitian berjudul “The Intelligence of Nations” yang ditulis oleh Lynn bersama sejawatnya David Becker, mengukur IQ warga di 132 negara dan menghitung perkiraan skor untuk 71 negara lainnya. Polandia berada di peringkat 10 besar dalam urutan tersebut. Pendidikan tentu saja memengaruhi perkembangan kecerdasan, tetapi secara pribadi saya tidak dapat memberikan contoh rinci dan metode pendidikan di sekolah-sekolah Polandia karena saya tidak pernah menjadi guru di Polandia dan tidak memiliki kontak langsung dengan pusat pendidikan mana pun.

Sulit bagi saya untuk menunjuk satu contoh spesifik tentang keunikan pendidikan dasar di Indonesia saat ini. Anak-anak sekolah di Indonesia memiliki banyak energi dan kemauan untuk belajar. Saya pikir masuk akal untuk menggunakan potensi mereka dan lebih memotivasi siswa untuk berpikir secara mandiri dan terbuka dalam mengekspresikan pandangan mereka. Di sini, sikap para guru dan pilihan metode pengajaran yang tepat dan interaktif memainkan peran besar.

***
Wawancara ini dilakukan oleh Vudu Abdul Rahman bersama Ania Tomczak—Video Journalist and Founder of Globe in the Hat dari Polandia—pada bulan Desember 2023. Wawancara tersebut dilakukan dalam diskusi dua arah pada topik The Uniqueness of Education and Learning in Poland.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *