Siswa SD di Jerman Antusias Belajar Bermain Gamelan dan Membuat Wayang

Berlin – RA | Beberapa waktu lalu, Rumah Budaya Indonesia sukses menyelenggarakan lokakarya Gamelan Jawa dan Pembuatan Wayang pada Selasa, 4 Juli 2023. Adapun peserta lokakarya tersebut adalah murid kelas lima Sekolah Dasar Katolik St. Franziskus Berlin. Terdapat 45 siswa-siswi yang turut serta menghadiri workshop tersebut.

Agenda dimulai dengan pemaparan singkat tentang Indonesia oleh Koordinator Rumah Budaya Indonesia, Birgit Steffan. Wanita berkebangsaan Jerman yang fasih berbahasa Indonesia itu menjelaskan kondisi demografi Indonesia yang multikultural. “Meskipun agama mayoritas di Indonesia adalah Islam, tetapi agama-agama lain seperti Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha juga hidup berdampingan dengan rukun,” ujar Birgit di depan anak-anak berusia 10 – 11 tahun itu.

Bacaan Lainnya

Materi berlanjut dengan pemaparan tentang kondisi geografis Indonesia. Birgit menjelaskan bahwa Indonesia terletak diantara cincin api pasifik. Hal ini mengakibatkan banyaknya bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, dan bahkan tsunami. “Meski demikian, ada dampak positif dari banyaknya gunung berapi. Tanah di Indonesia menjadi subur dan cocok untuk bertani,“ jelas Birgit kepada anak-anak.

Kemudian anak-anak dibacakan cerita ‘Monyet dan Buaya’. Semua pandangan terpaku kepada Birgit ketika ia bercerita dengan penuh penghayatan. Gelak tawa pecah kala Birgit menirukan suara buaya dan monyet. “Kami memilih cerita monyet dan buaya agar anak-anak mudah memahami cerita tersebut,” ujarnya.

Selanjutnyan, anak-anak diajak untuk membuat wayang dan memainkan gamelan. Guru pendamping membagi anak-anak menjadi dua kelompok, ada yang bermain gamelan dan membuat wayang.

Sesi bermain gamelan dipandu oleh Trinawang Wulansudarga, salah satu seniman yang bertugas di Rumah Budaya Indonesia. Wanita yang sudah malang melintang di dunia seni itu mengajarkan kepada anak-anak bagaimana cara membaca notasi musik serta bagaimana cara memukul gamelan yang baik dan benar.

Wanita yang kerap dipanggil Wawang itu takjub betapa cepat anak-anak itu dapat bermain gamelan. “Saya terkejut dengan kemampuan mereka yang dalam waktu singkat dapat memainkan gamelan secara selaras,” kata Wawang. Bahkan ada sejumlah murid yang meminta izin kepada gurunya untuk kembali bermain dan belajar bagaimana memainkan gamelan.

Di ruangan lain, Birgit memimpin anak-anak untuk membuat wayang. Adapun pigura wayang yang dibuat ialah karakter-karakter yang ada di cerita ‘Monyet dan Buaya’. Wawang telah menyiapkan gambar karakter-karakter tersebut sehingga anak-anak hanya tinggal memotong dan memberi warna. Semua anak sangat antusias mewarnai dan menumpahkan kreativitas mereka di atas kertas polos itu.

Anja Hoffbauer, salah satu guru pendamping juga ikut mencoba memainkan instrumen gamelan. Memainkan gamelan sangatlah berkesan baginya. “Saya sangat senang ketika memainkan gamelan. Sungguh pengalaman yang sangat berkesan“ terang Anja.

Atase Pendidikan dan Kebudyaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, Ardi Marwan, mengungkapkan bahwa lokakarya Gamelan Jawa dan Pembuatan Wayang menjadi salah satu sarana Soft Power Diplomacy. “Acara ini dapat menjadi kesempatan untuk menanamkan rasa penasaran dan ketertarikan terhadap budaya Indonesia di diri anak-anak itu. Sehingga kelak dikemudian hari, mereka diharapkan dapat menjadi seorang Indonesianis yang memiliki ketertarikan yang kuat terhadap Indonesia,“ terang Ardi.

Kunjungan Sekolah Dasar Katolik St. Franziskus ke Rumah Budaya Indonesia adalah bagian dari Pekan Proyek sekolah tersebut yang bertajuk ‘Keliling Dunia Kita‘. Elke Schneider selaku guru pendamping menjelaskan mengapa mereka memilih Indonesia. “Kami berpandangan bahwa Indonesia sangatlah kaya akan budaya dan eksotis. Maka dari itu, kami ingin mendalami pemahaman dan pengetahuan kami tentang Indonesia,“ terang Elke.

Agenda ditutup dengan dihidangkannya kudapan khas Indonesia seperti risol dan kue bolu. Awalnya mereka terlihat bingung karena anak-anak itu tidak pernah melihat risol dan kue bolu sebelumnya. Namun ketika dicoba, mata mereka terbelalak dan mengangguk-angguk sebagai tanda mereka menyukai makanan pasar khas Indonesia tersebut. (Adrian, Atdikbud/Editor: Rayhan Parady, Seno Hartono)

Sumber : Kemendikbudristek 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *