Bandung – ruangatas.com | Teknologi digital terus berkembang dan memberikan dampak signifikan di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Di era di mana pembelajaran semakin terhubung dengan teknologi, penggunaan ekosistem digital untuk mendukung konten pengajaran telah menjadi salah satu strategi utama dalam menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif. Hal ini terbukti dalam kegiatan pelatihan bertajuk “Pemanfaatan Ekosistem Digital dalam Mengamplifikasi Konten Pengajaran Musik di SMA” yang berlangsung pada 3 hingga 6 Juni 2024 di Kota Bandung, berlokasi di Saji Rasa Nusantara (meeting room).
Kegiatan ini melibatkan sebanyak 18 guru musik dari berbagai SMA, baik negeri maupun swasta, yang tersebar di seluruh wilayah Kota Bandung. Pelatihan ini bertujuan untuk memperkenalkan serta mengintegrasikan platform digital tertanam AI dan sistem auto generatif musik online ke dalam proses pengajaran musik, sehingga para guru mampu menciptakan bahan ajar yang inovatif, dinamis, dan relevan dengan kebutuhan siswa di era digital.
Tahapan Pemanfaatan Teknologi: Suno-Moises-FL Studio Mobile
Pelatihan ini dimulai dengan pengenalan, media sosial kreasi musik tertanam AI, melalui aplikasi Suno. Pada tahap awal, para peserta diajak untuk memahami cara kerja aplikasi ini dan melakukan praktik terbimbing untuk menghasilkan komposisi awal berdasarkan input seperti genre dan suasana musik. Suno membantu menciptakan landasan musik yang nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut.
Tahap selanjutnya adalah pemanfaatan sistem auto-generatif musik online dengan menggunakan Moises. Hasil komposisi yang diperoleh dari Suno diunggah ke Moises untuk dipisahkan menjadi beberapa elemen audio, seperti vokal, bass, drum, dan instrumen lainnya. Proses ini memungkinkan para guru untuk lebih memahami struktur musik dan mendapatkan fleksibilitas dalam mengelola masing-masing elemen secara terpisah.
Setelah elemen-elemen audio terpisah, peserta menggunakan FL Studio Mobile sebagai alat utama untuk mengolah hasil tersebut secara lebih detail. Dalam FL Studio Mobile, para guru melakukan pengaturan tambahan seperti penyesuaian tempo, pengaturan efek suara, dan penggabungan elemen-elemen yang telah diproses sebelumnya. Selain itu, peserta dilatih untuk memanfaatkan format MIDI dalam proses pengolahan, yang memungkinkan mereka untuk mengedit struktur dan tekstur bunyi musik dengan lebih presisi. Dengan bantuan fitur DAW ini, para guru mampu menciptakan komposisi yang lebih kompleks dan terstruktur, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar yang siap digunakan di kelas.
Etika dan Estetika Penggunaan Teknologi AI dalam Kreasi Musik
Seiring dengan pengenalan teknologi baru ini, penting untuk mempertimbangkan etika penggunaan AI dalam proses penciptaan musik. Meskipun AI mampu memudahkan produksi musik dan menciptakan komposisi yang kompleks dengan cepat, para guru dan siswa diajari tentang pentingnya menjaga orisinalitas serta menghormati hak cipta. Teknologi AI tidak boleh menjadi alat untuk menggantikan kreativitas manusia, tetapi seharusnya digunakan sebagai sarana untuk memperluas kemampuan berekspresi dan memahami komposisi musik secara lebih dalam.
“Dalam pelatihan ini, kami menekankan bahwa penggunaan AI harus dilakukan secara etis dan dengan kesadaran penuh akan batasan-batasan kreativitas,” ungkap Febbry Cipta, ketua tim pelaksana kegiatan. Ia juga menambahkan bahwa aspek artistik dan estetika dalam musik tidak boleh diabaikan hanya karena adanya kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi. Musik sebagai seni tetap membutuhkan sentuhan personal yang berasal dari pengalaman dan intuisi manusia, yang tidak bisa digantikan oleh algoritma. “Karya musik yang dibuat dengan teknik yang baik dan ekspresi yang tinggi bisa disebut “artistik,” tetapi untuk disebut “estetik,” karya tersebut juga harus memiliki kualitas keindahan yang diakui dan diapresiasi oleh orang yang mendengar atau merasakannya, singkatnya, “artistik” lebih ke bagaimana karya itu dibuat, sedangkan “estetik” lebih ke bagaimana karya itu diterima atau dinilai” imbuhnya.
Para guru juga diingatkan untuk menggunakan AI sebagai pendamping dalam eksplorasi artistik, di mana teknologi membantu untuk mencoba berbagai kemungkinan komposisi atau efek suara, tetapi keputusan akhir tetap berada di tangan kreator manusia. Dengan demikian, hasil karya musik yang dihasilkan akan tetap memiliki keunikan dan nilai estetika yang tinggi.
Meningkatkan Kreativitas dan Kualitas Pembelajaran Musik
Ketiga platform ini — Suno, Moises, dan FL Studio Mobile — diintegrasikan sebagai alat pembelajaran yang tidak hanya membantu para guru mengatasi keterbatasan alat musik fisik, tetapi juga memperkaya pengalaman belajar siswa. Dengan bantuan AI, guru dapat menciptakan variasi bahan ajar yang lebih luas dan menarik, menyesuaikan materi dengan kemampuan dan minat siswa, serta mendorong partisipasi aktif dalam pembelajaran.
“Selama pelatihan, kami tidak hanya diajari tentang cara menggunakan alat-alat ini, tetapi juga bagaimana merancang strategi pengajaran yang lebih inovatif,” tambah Febbry. Pemanfaatan teknologi digital ini tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu, tetapi menjadi media penghubung antara kreativitas guru dan minat siswa terhadap musik.
Tantangan dan Solusi Implementasi
Meskipun para guru peserta sudah memiliki pemahaman dasar yang baik mengenai teknologi digital, mereka menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan fitur-fitur teknis yang lebih canggih. Proses adaptasi ini membutuhkan waktu dan dukungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, tim pelatih dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merancang model pendampingan berkelanjutan, baik melalui sesi daring maupun luring, agar para guru dapat terus mendapatkan bimbingan saat mengimplementasikan teknologi ini di kelas mereka.
Harapan Masa Depan untuk Pembelajaran Musik Berbasis Digital
Kegiatan ini menunjukkan bahwa dengan dukungan yang tepat, guru-guru musik dapat memanfaatkan ekosistem digital untuk menciptakan pembelajaran yang lebih interaktif dan imersif. Teknologi AI memungkinkan guru untuk menjadi lebih adaptif, kreatif, dan responsif terhadap kebutuhan siswa di era digital.
Ke depan, diharapkan program-program seperti ini dapat terus dikembangkan, tidak hanya di Bandung, tetapi juga di kota-kota lain di Indonesia. Dengan demikian, teknologi tidak hanya menjadi alat bantu, tetapi menjadi jembatan bagi pengembangan kualitas pembelajaran musik di seluruh negeri.
Penulis : Resa Respati