KPAID: Kasus Kekerasan Anak, 92 Persen Dipicu Perceraian Orang Tua

Kab. Tasikmalaya – RA | Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya mencatat kasus kekerasan pada anak terus meningkat. Salah satu faktor rentan yang menyebabkan anak mengalami kekerasan adalah perceraian orangtua.

Ketua KPAID Ato Rinanto mengatakan, Dari 512 kasus itu, pemicunya diakibatkan karena pola asuh dan pola asuh itu salah satunya adalah akibat kedua orang tuanya bercerai.

Bacaan Lainnya

Tercatat sejak tahun 2017 hingga tahun 2022, KPAID Kabupaten Tasikmalaya telah menangani 512 kasus.

“Hampir 92 persen pemicunya adalah dari rumah. Segala macam jenis kekerasan, terlebih kekerasan seksual yang kami tangani pasti berangkatnya selalu diakibatkan dari pola asuh orang tua di rumah,” ungkapnya, Jum’at, 7/07/2023.

Ato menuturkan, dampak dari rapuhnya sebuah ketahanan rumah tangga, dari data yang ada pada kami berdampak pada tingkat kekerasan pada anak, baik kekerasan seksual, kekerasan digital ataupun jenis jenis kekerasan yang lainnya.

“Jadi itu adalah efek yang ditimbulkan akibat dari pola asuh yang terabaikan,” ujarnya.

Selain itu, Ato menjelaskan, ketidaksiapan terhadap pesatnya teknologi informasi saat ini, menjadi pemicu penggunaan medsos yang tidak bijak.

Kita tidak bisa terhindar dari proses informasi yang sebegitu pesat. Jangankan menghindari, berhenti pun tidak bisa. Jika tidak bisa maka satu satunya jalan adalah bagaimana kita menyiapkan diri untuk menghadapi posisi saat ini dengan berupaya menjadi pola asuh yang baik untuk anak-anak generasi Z ini.

“Sebagai salah satu upaya kita mesti menanamkan tentang nilai-nilai dasar kearifan lokal, sehingga dalam bentuk apapun majunya teknologi, maka ia tetap menjadi anak Indonesia, tetap menjadi anak Kabupaten Tasikmalaya yang religius islami,” ujar Ato

Dia mengajak kepada seluruh masyarakat dan pemerintah untuk bersama-sama melakukan sosialisasi masif bagaimana menciptakan sebuah kesadaran bahwa benteng dari segala benteng republik ini adalah keluarga itu sendiri.

“Ini harus dilakukan secara masif, secara bersama-sama semua elemen. Tanpa itu saya pikir tidak bisa,” tegas Ato. (Pakesi)***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *