Trik “Pinjam KK” di SPMB SMAN 2 Tasikmalaya Kembali Jadi Sorotan, Dugaan Permainan Oknum Mencuat

Tasikmalaya – Ruangatas.com | Setelah praktik pemalsuan SKTM menuai perhatian publik, kini modus baru mencuat dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025 di SMAN 2 Kota Tasikmalaya: penggunaan Kartu Keluarga (KK) orang lain untuk mengakali sistem zonasi.

Investigasi yang dilakukan awak media mengungkap sejumlah calon siswa diduga menggunakan KK milik kerabat atau pihak ketiga, demi mendapat keuntungan jalur zonasi. Salah satu warga yang mengetahui praktik ini mengungkap, “Itu keponakan Pak Haji. Tapi tinggalnya bukan di dekat sekolah, melainkan di Tawang Banteng.”

Pernyataan ini memperkuat dugaan adanya upaya sistematis untuk mengakali aturan domisili, dengan cara menitipkan nama ke dalam KK orang lain menggunakan status “keluarga lain”.

Ketua Panitia PPDB SMAN 2 Tasikmalaya, Irlan Mardiansah, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihak sekolah telah menerapkan kebijakan ketat dalam memverifikasi data kependudukan. “Sejak tahun lalu, jika ditemukan status ‘keluarga lain’ di KK, otomatis kami tolak dari jalur zonasi. Kami arahkan ke jalur prestasi,” ujarnya, Kamis (10/7/2025).

Namun, kendati aturan sudah diperketat, kenyataan di lapangan belum sepenuhnya mencerminkan efektivitas sistem. Sebab, masih ditemukan calon siswa yang lolos dengan status keluarga tidak langsung. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah ada kelalaian dalam verifikasi, atau justru permainan oknum di balik layar?

Dugaan praktik manipulasi ini makin kuat ketika hasil penelusuran jurnalis menemukan keterlibatan pihak luar, termasuk aparat lingkungan seperti RT dan RW. Salah satu narasumber menyebutkan bahwa informasi mengenai “jalan pintas” ini kerap berasal dari guru internal berinisial D.

Bahkan, pungutan liar pun disebut-sebut sebagai bagian dari modus. “Kalau langsung ke sekolah, biayanya bisa sampai Rp 30 juta. Katanya itu harga setara motor NMAX,” ungkap sumber anonim. Tak jarang, mereka yang tak mampu membayar biaya sebesar itu, memilih jalur alternatif melalui RT/RW dengan imbalan sekitar Rp 1,5 juta.

Salah seorang warga mengakui pernah menerima “titipan nama” di KK-nya. “Saya bantu karena masih ada slot keluarga. Sekarang yang dititip sudah naik ke kelas dua dan tiga. Tapi tahun ini tidak ada yang titip lagi,” katanya.

Ia juga menyebut terakhir kali melakukan perubahan KK pada 2021, menyisakan pertanyaan: apakah sistem seleksi kini benar-benar sudah ketat, atau pelakunya kini memilih cara lain yang lebih terselubung?

Fenomena ini menuai respons publik yang menuntut transparansi dan keadilan dalam proses seleksi masuk sekolah negeri. Sebab jika dibiarkan, praktik manipulasi ini akan terus merugikan siswa yang benar-benar berhak, sekaligus mencoreng prinsip kesetaraan dalam dunia pendidikan.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *