Polemik Pembinaan Anak di Barak Militer, Kak Seto: Dodik Bela Negara Bukan Ajang Kekerasan

Kak Seto Saat Memberikan Pengarahan Kepada Siswa di Barak Militer/Dok. YT KDM

Jakarta — Ruangatas.com | Dalam perkembangan terkait, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menerbitkan surat edaran untuk mengatur pelaksanaan program pendidikan karakter berbasis semi-militer bagi siswa bermasalah di wilayah Jawa Barat.

Program ini memanfaatkan fasilitas barak militer sebagai tempat pembinaan, dengan tujuan utama membentuk karakter siswa agar lebih disiplin, bertanggung jawab, dan memiliki jiwa kebangsaan yang kuat.

Menurut keterangan, siswa yang mengikuti program ini akan dipilih melalui kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua, dengan prioritas bagi mereka yang dinilai sulit dibina atau pernah terlibat dalam pelanggaran tata tertib.

Pemprov Jabar menegaskan bahwa pendekatan ini bukan untuk menghukum, melainkan sebagai upaya pendampingan agar siswa bermasalah mendapat pembinaan secara lebih terarah dan terukur.

Menanggapi polemik ini, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, atau yang akrab disapa Kak Seto, angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa kegiatan tersebut kemungkinan besar adalah bagian dari program Dodik Bela Negara, sebuah pelatihan pembinaan karakter berbasis cinta tanah air.

“Ini jangan buru-buru disalahpahami. Dodik Bela Negara bertujuan menanamkan nilai patriotisme, disiplin, dan cinta tanah air sejak dini. Namun, tetap harus dilaksanakan dengan pendekatan ramah anak,” ujar Kak Seto, Selasa (13/5/2025).

Sebagai catatan, Dodik atau Depo Pendidikan Bela Negara merupakan satuan pendidikan di lingkungan TNI yang bertugas memberikan pelatihan dasar bela negara kepada berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Kegiatan ini biasanya berfokus pada pembentukan karakter, wawasan kebangsaan, dan kedisiplinan.

Meski demikian, Kak Seto mengingatkan agar metode pembinaan disesuaikan dengan dunia anak.

“Jangan sampai kegiatan ini malah menjadi ajang intimidasi. Semua bentuk kekerasan, baik fisik maupun verbal, harus dihindari. Pendidikan karakter bisa dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan dan ramah anak,” tegasnya.

Sejumlah pemerhati anak juga menyuarakan hal serupa. Mereka mendorong agar pelatihan bela negara untuk anak-anak dikemas lebih kreatif, misalnya lewat permainan edukatif, simulasi ringan, atau kegiatan yang selaras dengan psikologi anak.

Polemik ini diharapkan menjadi bahan evaluasi agar ke depan, program bela negara bisa tetap berjalan dengan pendekatan yang lebih humanis dan mendidik, tanpa mengorbankan hak-hak anak. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *