Bandung – Ruangatas.com | Kelompok teater Payung Hitam, yang terkenal dengan pendekatan teater non-verbalnya, harus membatalkan pementasan “Wawancara dengan Mulyono”, yang seharusnya digelar pada 15-16 Februari 2025 di Studio Teater ISBI Bandung. Pertunjukan ini merupakan bagian dari perayaan 43 tahun perjalanan Payung Hitam, yang didirikan oleh Rachman Sabur.
Pembatalan mendadak ini membuat banyak orang bertanya-tanya. Beberapa sumber menyebutkan kendala teknis dan perizinan sebagai penyebabnya, sementara lainnya mengindikasikan faktor internal yang turut memengaruhi.
Pihak ISBI Bandung pun akhirnya buka suara. Rektor ISBI, Retno Dwimarwati, menjelaskan bahwa kampus melarang keras kegiatan yang mengandung unsur SARA dan politik praktis, termasuk yang melibatkan dosen dan purnabakti. Menurutnya, kebijakan ini dibuat untuk menjaga kampus tetap menjadi ruang ilmiah yang bebas dari konflik kepentingan dan provokasi.
“Kami tidak akan mentoleransi kegiatan yang bisa menimbulkan perpecahan berbasis SARA dan politik, baik dari mahasiswa, dosen, pegawai, maupun purnabakti,” kata Retno tegas.
Di tengah pembatalan ini, mahasiswa ISBI Bandung tidak tinggal diam. Pada Senin (17/2/2025), mereka menggelar aksi protes dengan tema “Kebebasan Berekspresi Dipenjara di Kampus Seni”. Mereka mengkritik keras larangan terhadap mantan dosen Rachman Sabur yang tidak diizinkan untuk tampil dalam pentas teaternya.
Pementasan teater “Wawancara dengan Mulyono” yang batal dilaksanakan memicu kemarahan mahasiswa. Aksi ini dianggap sebagai bentuk kritik terhadap kebobrokan kampus, dan menjadi alasan utama protes mereka.
Salah seorang orator berteriak lantang, “Kami tidak akan diam! Kami tidak setuju dengan tindakan kampus yang membatasi seni!” tegasnya.
Massa aksi bergerak dari Gedung Dekanat ISBI menuju Gedung Seni Karawitan, dengan sirine yang terus menyala. Selain orasi, mereka juga menggelar aksi teatrikal, dengan dua mahasiswa berperan di depan replika uang dan dupa yang menyala, sambil diiringi musik karawitan.
Tak hanya itu, mahasiswa juga membacakan puisi dengan pesan yang menggugah, seperti yang satu ini: “Kebebasan dipenjara tanpa pintu. Seni tak butuh izin untuk hidup. Tapi di sini: dikubur,” ucapnya.
Aksi terus berlangsung, di depan Gedung Rektorat, orator dan massa aksi bersama-sama menyerukan, “Kami mahasiswa ISBI Bandung, melawan kesewenang-wenangan kampus terhadap pelarangan yang membatasi kebebasan berekspresi dan pembredelan seni. Kami mahasiswa ISBI Bandung, mengutuk keras tindakan kesewenang-wenangan kampus terhadap pelarangan yang membatasi kebebasan berekspresi dan pembredelan seni. Jangan diam, lawan! Jangan diam, lawan!” sahut mereka.
Aksi protes mahasiswa ISBI Bandung ini, tidak akan membiarkan kebebasan berekspresi mereka dibatasi, bahkan di tempat yang seharusnya menjadi ruang untuk berkarya dan berkreasi. Sirine yang terus menyala menjadi simbol bahwa seni dan ekspresi tidak boleh dibungkam! (***)