Kota Tasikmalaya – Ruangatas.com | Komunitas Cermin Tasikmalaya mengadakan sarasehan budaya dengan tema “Perkembangan Seni dan Masyarakat di Tasikmalaya”, Sabtu (21/12/2024) malam. Acara yang berlangsung di Galeri Cermin ini menghadirkan para tokoh seni dan budaya terkemuka untuk membahas dinamika seni serta hubungannya dengan masyarakat di Tasikmalaya.
Kegiatan diawali dengan pembukaan yang meriah melalui pertunjukan tari dan dilanjutkan dengan sesi diskusi yang menghadirkan tiga narasumber utama: Hj. Rukmini Yusuf Affandi, seorang pelukis (anak maestro lukis Affandi); Acep Zam-Zam Noor, penyair terkenal yang juga merupakan tokoh sastra nasional; serta R. Atik Suwardi, seorang musisi Tasikmalaya.
Dalam diskusi, Hj. Rukmini Yusuf Affandi menyoroti pentingnya seni visual sebagai cerminan kehidupan masyarakat. “Seni lukis bukan hanya sekadar hiasan, tetapi juga menjadi media untuk merekam perjalanan sejarah budaya kita,” ungkapnya.
Acep Zam-Zam Noor menambahkan perspektifnya dari dunia sastra, menekankan bahwa seni puisi dan sastra memiliki peran penting dalam menjaga nilai-nilai moral di tengah arus modernisasi. “Kita harus menjaga agar seni tidak hanya menjadi konsumsi estetika, tetapi juga memiliki makna yang mampu membangun jiwa masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, R. Atik Suwardi membahas tantangan musisi lokal dalam mendapatkan ruang ekspresi di Tasikmalaya. “Musik adalah bahasa universal yang menyatukan, tetapi kita masih terkendala fasilitas dan dukungan. Pemerintah dan masyarakat harus lebih peduli pada perkembangan musik lokal,” tegasnya.
Namun, dalam diskusi yang berlangsung, perhatian juga tertuju pada keluhan para musisi lokal terkait sulitnya mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.
Salah satu musisi asal Tasikmalaya, Aang The Great, juga menyampaikan keprihatinannya mengenai tingginya biaya perizinan di kota Tasikmalaya, terutama untuk kegiatan yang melibatkan musisi lokal.
“Perizinan di Tasik sangat mahal, terutama bagi teman-teman musisi lokal. Tidak ada perhatian dari pemerintah setempat. Fasilitas umum saja tidak bisa kami gunakan dengan alasan ini dan itu, sehingga teman-teman musisi kesulitan menyalurkan ekspresinya dalam bermusik untuk didengar atau sekadar menghibur masyarakat,” ungkap Aang dengan nada kecewa.
Keluhan ini mendapat perhatian serius dari para peserta sarasehan, yang sepakat bahwa pemerintah setempat perlu mengambil langkah konkret untuk mendukung perkembangan seni dan budaya lokal. Salah satu usulan yang muncul mengenai biaya perizinan bagi musisi lokal serta penyediaan akses yang lebih mudah terhadap fasilitas umum untuk kegiatan seni dan budaya.
Acara sarasehan ini bukan sekadar ajang melestarikan budaya, tetapi juga menjadi wadah penting bagi seniman dan musisi untuk menyuarakan aspirasi mereka. Dengan adanya forum seperti ini, diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat lebih peduli terhadap keberlangsungan seni dan tradisi lokal.
Selain itu, diperlukan komitmen bersama untuk menciptakan ruang yang layak dan mendukung bagi ekspresi kreatif para musisi di Tasikmalaya. Dukungan ini tidak hanya akan memberikan dampak positif bagi para seniman, tetapi juga bagi masyarakat yang dapat menikmati berbagai karya seni sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. (Adm***)