Pangandaran – Ruangatas.com | Rapat kerja di Gedung DPRD Kabupaten Pangandaran, Senin (22/9/2025), berlangsung hangat. Sejumlah warga dari Rukun Nelayan, HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, hingga KUD datang beraudiensi menyampaikan keresahan mereka. Persoalan yang diangkat tak main-main, yakni dugaan kebocoran retribusi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dinilai merugikan daerah sekaligus nelayan.
Hadir dalam rapat tersebut perwakilan dari Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan serta Satpol PP. Para nelayan menilai lemahnya pengawasan membuka ruang bagi oknum bakul atau agen membeli langsung hasil laut di luar jalur resmi TPI. Praktik ini diduga kuat menjadi penyebab bocornya penerimaan daerah dari sektor perikanan tangkap.
Data terakhir menyebutkan, potensi kebocoran bisa mencapai 30 persen dari total pendapatan. Padahal, sektor TPI sudah diatur lewat Perda Nomor 38 Tahun 2016 dan diperkuat dengan Perbup Nomor 21 Tahun 2019 serta perubahan terbaru, Perbup Nomor 20 Tahun 2023. Regulasi itu menegaskan semua transaksi harus lewat TPI, laporan penerimaan wajib transparan, dan pelanggaran dapat dikenai sanksi.
Dalam forum, para nelayan mendesak langkah tegas pemerintah terhadap oknum bakul yang menghindari retribusi, serta perbaikan pengawasan di lapangan. Mereka juga meminta agar regulasi dijalankan secara konsisten, tidak hanya di atas kertas.
Audiensi ini melahirkan sejumlah rekomendasi, di antaranya penegakan sanksi kepada pelanggar, digitalisasi sistem transaksi agar lebih transparan, hingga pembentukan tim terpadu lintas instansi untuk sidak rutin. Tak kalah penting, masyarakat diminta dilibatkan dalam pengawasan sebagai kontrol eksternal.
Rapat kerja tersebut menegaskan, kebocoran PAD bukan sekadar hitungan angka, melainkan persoalan serius yang berimbas pada nelayan, pelaku usaha, dan daerah. Kini bola ada di tangan Pemkab Pangandaran untuk memastikan sistem retribusi hasil laut benar-benar bersih, transparan, dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. (Red)***